Menurut Aditya, ada enam langkah strategis yang perlu segera diambil oleh pemerintah provinsi bersama pemerintah pusat dan pemerintah provinsi tetangga.
Pertama, regulasi yang kuat harus segera diberlakukan. Rencana Gubernur Lampung untuk menerbitkan peraturan gubernur tentang pembatasan kendaraan ODOL perlu didukung dan disegerakan. Bahkan, bila perlu ditingkatkan ke tingkat peraturan daerah untuk memberikan dasar hukum yang lebih kuat dalam penegakan.
Kedua, penegakan hukum harus berbasis teknologi dan konsisten. Reaktivasi jembatan timbang dan pemasangan sistem weigh-in-motion (WIM) di titik-titik strategis seperti pintu tol dan jalan nasional menjadi keharusan. Penegakan hukum berbasis data real-time akan mengurangi praktik ’’main mata” di lapangan dan memberikan efek jera yang nyata kepada pelanggar.
Ketiga, pembatasan jam operasional angkutan batu bara dan pengaturan konvoi harus dijaga ketat.
Ketentuan agar kendaraan hanya melintas malam hari, dengan jumlah terbatas dalam satu rombongan, sambung Aditya, harus diawasi dan diberikan sanksi tegas bila dilanggar.
"Ini penting untuk menjaga arus lalu lintas dan menghindari konflik dengan pengguna jalan lain," tambah Aditya.
Keempat, sinergi antarprovinsi sangat krusial. Gubernur Lampung perlu terus menjalin komunikasi dengan Gubernur Sumatera Selatan untuk mendorong penggunaan jalan khusus batubara (hauling road) yang tidak membebani jalan umum. Tanpa solusi lintas wilayah, masalah ini akan menjadi bola panas yang terus berpindah-pindah.
Kelima, perlu ada edukasi kepada pengusaha angkutan dan perusahaan tambang. Kesadaran untuk mematuhi batas muatan dan menjaga standar keselamatan kendaraan harus ditumbuhkan melalui pendekatan persuasif, namun diikuti sanksi bila diabaikan.
"Pemerintah bisa melibatkan asosiasi logistik dan tambang dalam forum komunikasi berkala," jelas dosen Fakultas Teknik UBL ini.
Keenam, pemerintah perlu menata ulang strategi pemeliharaan infrastruktur jalan dengan pendekatan berbasis risiko.
Ruas-ruas yang rentan dilalui ODOL harus mendapat perlakuan khusus dalam desain, pemilihan material, dan siklus pemeliharaan agar tidak menjadi titik lemah sistem transportasi darat.
Sebagai simpulan, kita tentu mendukung aktivitas ekonomi seperti pengangkutan hasil tambang, termasuk batu bara, selama tidak merugikan masyarakat luas.
Namun, prinsip keberlanjutan harus ditegakkan: pertumbuhan ekonomi tidak boleh merusak infrastruktur publik yang dibangun dengan anggaran rakyat.
"Jadi, pemerintah harus tegas hentikan kompromi terhadap kendaraan ODOL, dan jadikan keselamatan, keadilan, serta ketahanan infrastruktur sebagai prioritas utama dalam kebijakan transportasi," tegas Aditya.
Sebelumnya diberitakan, Kepala Dinas Perhubungan (Dishub) Provinsi Lampung Bambang Sumbogo masih bungkam mengenai tak berdayanya organisasi perangkat daerah (OPD) yang dipimpinnya mengatasi bebasnya kendaraan bermuatan ODOL di Jalan Lintas Sumatera (Jalinsum). Di antaranya truk-truk pengangkut batu bara hingga menjadi penyebab utama rusaknya Jalinsum di Lampung mulai Waykanan hingga Bandarlampung.