Hasan Basri menyampaikan, hasil rapat dengar pendapat (RDP) dengan DPR RI, menyimpulkan salah satunya adalah bahwa Kementerian ATR/BPN diminta untuk melakukan pengukuran ulang sesuai dengan ketentuan.
Hasan Basri menjelaskan, ketentuan untuk melakukan pengukuran ulang HGU ini. Pertama, wajib membayar penerimaan negara bukan pajak (PNBP). ’’Nah ini ketentuannya pertama untuk dilakukan pengukuran itu wajib bayar PNBP. Yang ditawarkan Dirjen sebenarnya mana sih yang dicurigai melakukan pemanfaatan di luar HGU. Kita ambil titik koordinatnya, lalu kita cocokkan apakah ada di dalam HGU atau di luar HGU. Tapi ditolak dalam forum tersebut dan tetap dilakukan pengukuran ulang,” ungkapnya.
Kedua, terkait dengan pengukuran itu harus dimohon oleh pemilik hak atau pemilik hak menyetujui dan tidak keberatan jika Kementerian ATR/BPN mengukur atas inisiatif perintah RDP. ’“Karena batasnya dia yang tau. Dia harus mempertanggungjawabkan batas-batasnya itu,” tutur Hasan Basri.
’’Sehingga kesimpulan itu menurut kami tindak lanjutnya nanti ada pada Komisi II juga. Sebab berkaitan dengan pemberian anggaran tambahan,” sambung Hasan Basri.
Pada kesempatan tersebut, Hasan Basri mengundang jika berdasarkan hasil perhitungan kasar pihaknya untuk mengukur lahan sekitar 84 ribu hektare dibutuhkan biaya hampir Rp10 miliar.
’’Karena hitungan kasar kami untuk 84 ribu hektare itu hampir Rp10 miliar biaya pengukurannya, belum mobilisasi orang dan mobilisasi alat,” terang Hasan Basri.
’’Mobilisasi orang diperlukan karena kewenangan yang mengukur lahan seluas itu adalah Kementerian. Kalau peralatan seluas itu kami yang ada di Lampung tidak cukup mengukur seluas itu,” tutur Hasan Basri.
Hasan Basri bilanng, Kementerian ATR/BPN, pada Selasa 15 Juli 2025 mengikuti rapat dengar pendapat (RDP) dengan Komisi II Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI.