JAKARTA - Kementerian Keuangan (Kemenkeu) menyebut mobil listrik membuat anggaran membengkak. Mobil listrik yang sejatinya menjadi kendaraan dinas (randis) pejabat, nyatanya malah membuat pengeluaran negara jadi overbujet.
Anggaran randis pejabat memang masuk dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 32 Tahun 2025 tentang Standar Biaya Masukan Tahun Anggaran 2026. Besaran SBM yang menjadi angka maksimal untuk pembelian randis pejabat eselon I sebesar Rp931,64 juta per unit.
Angka tersebut naik Rp52,73 juta dibandingkan ketetapan yang berlaku tahun ini, yaitu Rp878,91 juta untuk setiap mobil pejabat eselon I. Kemenkeu berdalih kenaikan tersebut karena mempertimbangkan kondisi riil alias harga rata-rata di pasar.
"Kenaikan itu karena kita mempertimbangkan pengadaan mobil listrik ya, dengan spek yang telah ditentukan," kata Direktur Sistem Penganggaran Direktorat Jenderal Anggaran (DJA) Lisbon Sirait di Kemenkeu, Jakarta Pusat, Senin (2/6).
"Ada peluang untuk menggunakan kendaraan listrik, yang rata-rata dengan spek yang sama memang lebih mahal. Sekali lagi, kenaikan itu bukan karena kita tidak mempertimbangkan efisiensi," tambah dia.
Lisbon menegaskan, pemerintah akan tetap mengedepankan prinsip efisiensi yang diperintahkan Presiden Prabowo Subianto. Ia mencontohkan langkah ini akan ditempuh dengan mengoptimalkan kendaraan lama.
Kemenkeu mengakui ketentuan standar biaya masukan bukan alat untuk mencegah pemborosan pengadaan mobil dinas pejabat. Oleh karena itu, dia melihat perlu adanya kebijakan lain untuk menambal kebocoran tersebut.
"Standar biaya ini tidak bisa mengendalikan pemborosan pengadaannya, tapi ada kebijakan lain untuk mengatasi hal itu, yaitu kebijakan-kebijakan mengenai pengadaan barang itu sendiri," bebernya.