JAKARTA – Ketua DPP PDI Perjuangan Said Abdullah menyatakan menghormati langkah hukum dari pihak-pihak yang menggugat Pasal 23 ayat 1 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2011 tentang Partai Politik (UU Parpol) ke Mahkamah Konstitusi (MK).
Said menjelaskan bahwa Pasal 23 ayat 1 yang digugat ke MK sebenarnya tidak mengatur ketua umum parpol secara khusus, melainkan hanya berkaitan dengan pergantian pengurus partai politik yang merujuk pada anggaran dasar/anggaran rumah tangga (AD/ART) partai.
“Hanya mengatur pergantian pengurus partai politik yang merujuk pada AD/ART partai,” jelas Said Abdullah melalui layanan pesan, Selasa (11/3).
Semangat UU Parpol dan Otonomi Partai
Said menyebutkan bahwa semangat UU Parpol, sebagaimana yang tercantum dalam Pasal 23 Ayat 1, adalah untuk memberikan otonomi kepada anggota dan pengurus partai dalam menyusun AD/ART. “Hal ini juga cerminan dari pilihan pengakuan negara untuk memberikan dan menghormati partai politik sebagai organisasi demokratis, yang dicerminkan dari kemandirian para anggota dan pengurus partai dalam menyusun AD/ART,” lanjutnya.
Menurutnya, negara tidak mengatur secara spesifik urusan detail AD/ART, termasuk soal masa jabatan ketua umum. “Saya kira MK juga akan menghormati kedaulatan parpol sebagai cerminan dari organisasi sipil yang merupakan pilar demokrasi. Apa pun itu, kami percayakan kepada MK untuk mengadili uji materiil dari pemohon,” kata Said.
Gugatan Pasal 23 Ayat 1 ke MK
Sebagaimana diketahui, Pasal 23 Ayat 1 UU Parpol digugat oleh Dosen Hukum Tata Negara Edward Thomas Lamury Hadjon ke Mahkamah Konstitusi. Gugatan tersebut telah diterima dan teregistrasi dengan nomor 22/PUU-XXIII/2025 pada Senin (10/3).
Usulan Pembatasan Masa Jabatan Ketum
Dalam permohonannya, penggugat mengusulkan agar masa jabatan ketua umum partai dibatasi hanya lima tahun dan dapat dipilih kembali sekali lagi dalam masa jabatan yang sama.
“Pergantian kepengurusan partai politik di setiap tingkatan dilakukan sesuai dengan AD/ART dengan syarat untuk pimpinan partai politik memegang jabatan selama lima tahun dan hanya dapat dipilih kembali satu kali dalam masa jabatan yang sama, baik secara berturut-turut maupun tidak berturut-turut,” demikian petitum dari pemohon.
Diketahui Menteri Koordinator Bidang Hukum, Hak Asasi Manusia, Imigrasi, dan Pemasyarakatan (Menkokumhamipas) Yusril Ihza Mahendra menegaskan bahwa pemerintah akan menaati putusan Mahkamah Konstitusi (MK). Ini mengenai penghapusan ambang batas pencalonan presiden atau presidential threshold sebesar 20 persen kursi DPR.
Sebagai tindak lanjut, pemerintah dan DPR akan melakukan revisi terhadap Pasal 222 dalam Undang-Undang Pemilu.
’’MK telah memberikan panduan melalui lima prinsip yang disebut sebagai Constitutional Engineering. Pemerintah akan mengikuti panduan tersebut dalam menyusun amendemen terhadap Pasal 222 dan penambahan pasal-pasal baru terkait dengan Pilpres, dengan mengacu pada lima panduan dari Mahkamah Konstitusi,” kata Yusril saat ditemui wartawan, Minggu (19/1).
Yusril menjelaskan bahwa MK telah menetapkan mekanisme persyaratan pengusungan calon presiden (capres) dan calon wakil presiden (cawapres) pada Pilpres 2029. Salah satu prinsip yang ditegaskan oleh MK adalah tidak boleh ada partai politik atau koalisi yang mendominasi pengusungan calon presiden.
“Misalnya, jika sebuah partai politik memiliki 30 kursi dan bergabung dengan partai yang memiliki 29 kursi, maka calon presiden hanya akan berasal dari dua partai. MK menegaskan, hal tersebut tidak boleh terjadi, karena tidak boleh ada dominasi dalam pengusungan calon,” ujar Yusril.
Lebih lanjut, Yusril mengungkapkan bahwa pemerintah sedang memikirkan cara untuk memenuhi putusan MK dengan mempertimbangkan kemungkinan aturan batas maksimum dalam penggabungan partai-partai untuk mengusung calon presiden.
“Misalnya, kita bisa membatasi jumlah partai yang bisa bergabung. Mungkin batas maksimum 20 persen. Dengan begitu, jika semua partai bergabung, maksimal akan ada lima pasangan calon,” pungkas Yusril. (jpnn/c1/abd)
Kategori :