UNIOIL
Bawaslu Header

KPU Pastikan Jadwal Pemungutan Suara Ulang Pilkada 2024 Sebagian Besar Digelar Setelah Idul Fitri 2025

Ketua KPU RI Mochammad Afifuddin menjelaskan sebagian besar PSU Pilkada 2024 di 24 daerah akan digelar setelah Idul Fitri 2025, sesuai dengan keputusan MK. -FOTO DISWAY -

JAKARTA – Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI,Mochammad Afifuddin mengonfirmasi bahwa hampir seluruh pemungutan suara ulang (PSU) Pilkada 2024 di 24 daerah yang diperintahkan oleh Mahkamah Konstitusi (MK) akan digelar setelah Idul Fitri 2025.
’’Ternyata hampir semuanya setelah Idul Fitri, berdasarkan putusan Mahkamah Konstitusi,” ujar Afifuddin di kantor KPU RI, Jakarta, Senin (3/3).
Meskipun demikian, ada beberapa daerah yang PSU-nya harus digelar lebih awal, yakni 30 hari setelah putusan MK dibacakan. “Untuk daerah-daerah ini, PSU akan dilaksanakan pada 22 Maret 2025,” lanjutnya. Afifuddin menjelaskan bahwa PSU di daerah-daerah tersebut melibatkan TPS yang tidak terlalu banyak, seperti di satu daerah dengan hanya empat TPS.
Afifuddin menegaskan bahwa KPU tidak bisa menjadwalkan seluruh PSU setelah Idul Fitri, karena akan melanggar ketentuan yang telah ditetapkan oleh MK. “Kalau kami jadwalkan semua setelah Idul Fitri, itu akan melebihi tenggat waktu yang ditentukan MK, dan kami bisa dianggap salah. Kami wajib menjalankan putusan MK,” jelasnya.
Sebelumnya, Mahkamah Konstitusi (MK) memerintahkan PSU di 24 daerah setelah memutuskan sengketa hasil Pilkada 2024. Putusan tersebut diumumkan pada sidang pleno yang berlangsung pada Senin (24/2), di mana seluruh sembilan Hakim Konstitusi telah menuntaskan pembacaan keputusan atas 40 perkara yang diperiksa lebih lanjut.
Berdasarkan laman resmi Mahkamah Konstitusi, MK mengabulkan 26 permohonan, menolak sembilan perkara, dan tidak menerima lima perkara lainnya.
Dengan berakhirnya sidang ini, MK telah menyelesaikan seluruh 310 permohonan Perselisihan Hasil Pemilihan Umum Kepala Daerah (PHPU Kada) 2024.
Dari 26 permohonan yang dikabulkan, sebanyak 24 perkara memutuskan untuk menggelar Pemungutan Suara Ulang (PSU). KPU di daerah terkait wajib melaksanakan PSU sesuai dengan instruksi MK.
MK memberikan tenggat waktu yang berbeda-beda untuk pelaksanaan PSU di setiap daerah, mulai dari 30 hari hingga 180 hari setelah putusan dibacakan pada 24 Februari 2025, yakni 30 hari: 22 Maret 2025; 45 hari: 5 April 2025; 60 hari: 19 April 2025; 90 hari: 24 Mei 2025; dan 180 hari: 9 Agustus 2025.
Selain itu, MK juga mengeluarkan dua putusan tambahan. Pertama, pada Perkara Nomor 305/PHPU.BUP-XXIII/2025 terkait Kabupaten Puncak Jaya, MK memerintahkan KPU untuk melakukan rekapitulasi ulang hasil suara. Kedua, pada Perkara Nomor 274/PHPU.BUP-XXIII/2025 terkait Kabupaten Jayapura, MK menginstruksikan adanya perbaikan penulisan pada keputusan KPU mengenai penetapan hasil Pilkada Bupati dan Wakil Bupati 2024.
Sebelumnya, Anggota Komisi II DPR RI Mohammad Toha meminta pemungutan suara ulang (PSU) Pilkada 2024 yang dijadwalkan pada 24 daerah selama Ramadan atau menjelang Idul Fitri untuk ditinjau ulang.
Menurutnya, bulan suci Ramadan adalah waktu yang sangat penting bagi umat Islam untuk fokus beribadah dan meningkatkan ketakwaan, sehingga kegiatan yang mengganggu konsentrasi, termasuk pemungutan suara ulang, sebaiknya ditunda.
“Bulan puasa itu bulan yang baik, untuk meningkatkan ketakwaan, berperilaku lebih baik, termasuk untuk memilih calon pemimpin yang baik dan tepat, tetapi bila waktunya mengganggu konsentrasi satu sama lain, maka sebaiknya ditunda,” kata Toha di Jakarta pada Senin (3/3).
Toha menjelaskan bahwa 24 daerah akan melaksanakan PSU Pilkada, terdiri dari 15 daerah yang melaksanakan PSU di seluruh tempat pemungutan suara (TPS) dan sembilan daerah yang melaksanakan PSU di sebagian TPS. Tanggal pelaksanaannya pun bervariasi.
Yang paling cepat, PSU Pilkada akan digelar pada 26 Maret 2025, yang bertepatan dengan 25 Ramadhan 1446 Hijriah, yaitu lima hari sebelum Idul Fitri. PSU ini dijadwalkan di Kabupaten Magetan (Jawa Timur), Kabupaten Barito (Kalimantan Selatan), Kabupaten Siak (Riau), serta rekapitulasi ulang di Kabupaten Puncak Jaya (Papua Tengah).
Toha menilai pelaksanaan PSU pada tanggal tersebut kurang tepat, karena umat Islam akan lebih fokus untuk memperbanyak ibadah dan sibuk dengan persiapan perayaan Idul Fitri, seperti mudik, berkunjung ke pemakaman keluarga, dan kegiatan lainnya.
“Menurut saya, sebaiknya PSU ditunda untuk menghormati umat Islam. Penyelenggara pemilu harus mengkaji ulang,” tambahnya.
Selain itu, Toha juga mengingatkan bahwa pelaksanaan PSU membutuhkan anggaran yang besar, diperkirakan mencapai Rp1 triliun. Dana yang cukup besar ini perlu perencanaan dan pengawasan yang cermat agar tidak terjadi pemborosan anggaran negara.
“Jangan terus-menerus KPU dan Bawaslu disorot sebagai lembaga yang melakukan pemborosan anggaran negara,” katanya.
Saat ini, lanjut Toha, pemerintah sedang melakukan efisiensi anggaran, yang dampaknya sudah terasa oleh seluruh lembaga negara dan masyarakat. Semua pihak diharapkan dapat mendukung upaya pemerintah dalam melakukan rekonstruksi APBN dan APBD demi kesejahteraan rakyat, seperti yang tertuang dalam program Astacita Presiden Prabowo.
“Tentu ini butuh waktu, jangan sampai pada masa transisi ini, KPU dan Bawaslu tidak memiliki sensitivitas, apalagi dana Pemilu 2024 yang mencapai Rp73 triliun belum dilakukan audit secara menyeluruh,” tutupnya.
Sebelumnya,  Ketua Komisi II DPR RI M. Rifqinizamy Karsayuda menjelaskan bahwa berdasarkan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Wali Kota, sumber pembiayaan pemilihan kepala daerah berasal dari APBD provinsi dan kabupaten/kota.
 Namun jika anggaran daerah terbatas, terutama untuk menyelenggarakan pemungutan suara ulang (PSU), maka bantuan dari APBD provinsi atau bahkan APBN dapat diberikan.
Rifqinizamy menambahkan, untuk 24 daerah yang akan melaksanakan PSU, baik sepenuhnya maupun sebagian, Komisi II bersama Pemerintah dan Penyelenggara Pemilu telah mengidentifikasi bahwa kemampuan daerah tersebut hanya mencakup kurang dari 30 persen dari total biaya yang diperlukan.
Total pembiayaan yang dibutuhkan untuk PSU di 24 daerah tersebut diperkirakan mencapai sekitar Rp1 triliun.
“Karena itu, kami sedang berupaya agar APBN bisa menyediakan dana sebesar kurang lebih Rp700 miliar untuk memastikan Pilkada sesuai dengan Putusan MK dapat dilaksanakan tepat waktu seperti yang ditetapkan oleh KPU,” jelas Rifqinizamy dalam rekaman suara yang diterima Parlementaria, di Jakarta, Minggu (2/3/2025).
Politisi Fraksi Partai NasDem ini juga mengungkapkan, “InsyaAllah, pemerintah melalui Kemendagri dan Kemenkeu menyanggupi hal ini, dan nanti akan kita umumkan bersama-sama di Komisi II DPR RI pada saat Raker dan RDP bersama Mendagri dan Penyelenggara Pemilu pada 10 Maret 2025 yang akan datang.”
Sebelumnya, Mahkamah Konstitusi (MK) telah membacakan putusan atas 40 perkara sengketa hasil Pilkada 2024. Dalam putusannya, MK memerintahkan dilakukannya pencoblosan ulang di 24 pilkada. MK membatalkan hasil Pilkada di 24 daerah karena ada calon yang didiskualifikasi, dengan alasan seperti tidak mengakui sebagai mantan terpidana, tidak tamat SMA, hingga sudah menjabat dua periode.
Selain itu, ada satu perkara yang diputuskan untuk dilakukan rekapitulasi ulang, dan satu perkara lainnya yang diminta untuk perbaikan Keputusan KPU tentang penetapan hasil pilkada. Sementara itu, 14 gugatan lainnya tidak dikabulkan oleh MK.
Sebelumnya, Wakil Menteri Dalam Negeri (Wamendagri) Ribka Haluk mengatakan pihaknya telah mengelompokkan 24 daerah yang bakal menggelar pemungutan suara ulang (PSU) berdasarkan kategori kesiapan pendanaan.
Ribka menjelaskan dari 24 daerah tersebut, hanya 8 yang siap menggelar PSU. Sementara, 16 daerah lainnya belum siap dikarenakan kurangnya anggaran.
’’Dari 24 daerah yang akan melaksanakan PSU dapat dikelompokkan sesuai dengan kesiapan pendanaan sebagaimana yang telah dikoordinasikan. Pertama, daerah yang sanggup pelaksanaannya atau memiliki dana, yaitu sekitar 8 daerah, yakni Kabupaten Bungo, Bangka Barat, Barito Utara, Magetan, Mahakam Ulu, Kutai Kertanegara, Siak, dan Banggai,” kata Ribka dalam rapat bersama Komisi II DPR RI, Kamis (27/2).
’’Sedangkan daerah yang tidak sanggup atau masih membutuhkan bantuan dana, baik dari provinsi maupun APBN, terdapat 16 daerah,” lanjutnya.
Ribka mengatakan Kemendagri meminta pemda melakukan penyesuaian melalui perubahan perkara tentang penjabaran APBD 2025 dan penyampaian kepada pimpinan DPRD untuk dianggarkan dalam perda teentang perubahan APBD 2025.
’’Kemendagri juga mengusulkan agar pemda dapat memenuhi penganggaran kebutuhan pendanaan PSU dalam APBN 2025 melalui penyesuaian pendapatan dan efisiensi belanja APBD sesuai Instruksi Presiden Nomor 1/2025 tentang Efisiensi Belanja dalam Pelaksanaan APBN dan APBD 2025,” ujarnya.

Sebelumnya, Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI Mochammad Afifuddin menyebut ada 24 daerah yang menggelar PSU. Afif mengatakan anggaran untuk melakukan PSU tersebut diperkirakan mencapai Rp486,3 miliar.
Afif merinci dari 26 satker KPU yang melaksanakan PSU, ada 6 satker KPU yang tak memerlukan tambahan anggaran karena masih punya sisa Naskah Perjanjian Hibah Daerah (NPHD) Pilkada 2024.
’’Sebanyak 19 satker KPU yang masih terdapat kekurangan anggaran dengan total kekurangan Rp373.718.524.965,00 rupiah,” kata Afif dalam rapat bersama Komisi II DPR RI, Kamis, 27 Februari 2025.
“Kemudian terdapat satu Satker KPU yaitu kabupaten Jayapura yang tidak memerlukan biaya karena bersifat administrasi perbaikan SK saja, itu berkaitan dengan anggaran,” lanjutnya.
Dalam pemaparannya, Afifuddin menyoroti angka minus yang terdapat dalam tabel anggaran, yang mencerminkan kekurangan dana di beberapa daerah.
Salah satu contohnya Kabupaten Mahakam Ulu, yang membutuhkan dana sebesar Rp 14,9 miliar, namun baru tersedia Rp 13,3 miliar, sehingga masih terdapat kekurangan sebesar Rp 1,5 miliar. (ant/c1/abd)

Tag
Share
Berita Terkini
Berita Terpopuler
Berita Pilihan