JAKARTA – Isu terkait masuknya sejumlah tokoh yang pernah terjerat kasus korupsi dalam jajaran teras Danantara menuai kritik tajam dari warganet. Nama Burhanuddin Abdullah dan Muliaman Hadad menjadi dua tokoh yang paling menyita perhatian publik.
Kritik semakin mengemuka setelah kabar bahwa Burhanuddin Abdullah, yang pernah mendekam di penjara selama lima tahun akibat kasus korupsi di Bank Indonesia, digadang-gadang akan mengisi posisi sebagai ketua tim pakar Danantara. Burhanuddin terlibat dalam kasus korupsi aliran dana Bank Indonesia ke DPR yang bernilai Rp 100 miliar.
Selain Burhanuddin, Muliaman Hadad juga menjadi sorotan publik. Muliaman dikenal karena keterlibatannya dalam beberapa skandal besar.
Ia pernah diperiksa oleh KPK terkait skandal Bank Century, serta dianggap gagal mengawasi kasus Jiwasraya yang merugikan negara hingga triliunan rupiah saat menjabat sebagai Ketua OJK. Muliaman dianggap lalai dalam menangani produk investasi Jiwasraya yang bermasalah.
Tak hanya itu, nama Erick Thohir, yang saat ini menjabat sebagai Menteri BUMN, juga dikabarkan turut terlibat dalam pengelolaan Danantara. Hal ini semakin menambah kritik terkait status quo pengelola BUMN yang masuk dalam struktur tersebut.
Penunjukan sejumlah tokoh yang memiliki rekam jejak bermasalah di Danantara memicu reaksi keras dari akun-akun kritikus pemerintah. Salah satunya adalah akun Pakar Intelek, yang menulis: “Dewan Pengawas dan Ketua Tim Pakar serta Inisiator Danantara orang bermasalah semua. Terus kita masih optimis? Ndasmu! #Indonesiagelap.”
Kontroversi ini mencerminkan keresahan publik mengenai transparansi dan integritas di tubuh Danantara, yang dinilai sangat penting bagi keberhasilan inisiatif tersebut di tengah tantangan ekonomi dan politik Indonesia. Media sosial kembali dihebohkan dengan seruan massal dari para warganet untuk menarik uang tabungan dari Himpunan Bank Milik Negara (Himbara) atau Bank BUMN.
Hal ini sendiri terjadi usai pengumuman kebijakan terbaru dari Badan Pengelola Investasi Daya Anagata Nusantara (BP Danantara).
Diketahui, pengumuman tersebut berisi bahwa salah satu kebijakan Danantara adalah untuk mengelola penghematan anggaran dari Kementerian/Lembaga dan dividen Badan Usaha Milik Negara (BUMN).
Kendati begitu, Ketua Dewan Ekonomi Nasional (DEN) Luhut Binsar Pandjaitan juga menyatakan bahwa pembentukan Danantara adalah suatu langkah yang strategis.
Menurutnya, dengan adanya Danantara maka perusahaan yang tergabung juga akan menjadi lebih efisien.
“Karena mereka (perusahaan) bisa join venture, jadi bisa membuat mereka jadi lebih efisien,” ucap Luhut di Jakarta, pada Selasa 18 Februari 2025.
Kendati begitu, Ekonom sekaligus Pakar Kebijakan Publik Universitas Pembangunan Nasional Veteran Jakarta Achmad Nur Hidayat sebelumnya juga mengatakan bahwa meski memiliki potensi, sistem ini bukan tanpa risiko.
“Dalam hal ini, leverage aset yang agresif dapat menjadi pedang bermata dua jika tidak dikelola dengan hati-hati,” ucap Achmad.
Selain itu tanpa pengalaman yang memadai, Danantara berisiko mengalami salah kelola investasi, baik dalam pemilihan proyek maupun dalam pengawasan kinerja perusahaan di bawahnya.