JAKARTA - Seleksi alam di industri bank perekonomian rakyat konvensional maupun syariah (BPR/BPRS) berlanjut. Hingga 24 Desember 2024, sudah 19 bank dinyatakan bangkrut dan izin usaha telah dicabut oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Jumlah tersebut melonjak dibandingkan periode sebelumnya yang mencatatkan paling banyak 9 BPR/BPRS tutup dalam setahun.
Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK Dian Ediana Rae menyatakan saat ini hampir seluruh BPR/BPRS di Indonesia tercatat dengan status pengawasan normal.
Fokus pengawasan yang dilakukan OJK bertujuan mewujudkan industri BPR dan BPRS yang berintegritas dan tepercaya, tangguh, berdaya saing, dan memberikan kontribusi nyata. Terutama pada daerah atau wilayahnya.
“Dalam upaya pengembangan dan penguatan sektor perbankan yang makin kompleks dan beragam, diperlukan deteksi sejak awal terhadap permasalahan serta kondisi BPR atau BPR syariah yang berada dalam pengawasan normal namun mengalami kesulitan yang membahayakan kelangsungan usahanya,” terangnya.
Menurut dia, pencabutan izin usaha pada BPR/BPRS tidak serta merta dilakukan. Pengawas terus memantau realisasi rencana tindak penyehatan yang dilakukan oleh pemegang saham pengendali.
BACA JUGA:Wamen BUMN Cek Kesiapan SPKLU PLN Layani Kebutuhan Nataru
Upaya korektif seperti penambahan setoran modal, aksi korporasi, hingga konsolidasi dilakukan selama status dalam penyehatan. Realisasi dari rencana tindak BPR/BPRS dan pemegang saham pengendali yang berpengaruh terhadap penetapan nantinya.
Bisa kembali normal atau menjadi status bank dalam resolusi. Pencabutan izin usaha merupakan bagian dari pelaksanaan tugas OJK dalam menjaga dan memperkuat industri perbankan.
“Serta melindungi kepentingan konsumen setelah pemegang saham dan pengurus BPR/BPRS tidak mampu melakukan upaya penyehatan. OJK saat ini terikat kepada aturan dalam UU P2SK dimana status BDP (bank dalam pengawasan) tidak boleh melampaui 1 tahun,” jelas Dian.
Teranyar, OJK mencabut izin usaha PT Bank Perkreditan Rakyat Kencana pada 16 Desember 2024. Sebelumnya, BPR yang beralamat di jalan Jendral H. Amir Machmud nomor 271, Cimahi, itu telah ditetapkan dalam status pengawasan bank dalam resolusi (BDR) pada 26 November 2024.
BACA JUGA:Polresta Bandarlampung Bersihkan Solar Tumpah
Berselang 13 hari kemudian, Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) memutuskan untuk tidak melakukan penyelamatan terhadap BPR Kencana pada 9 Desember 2024. Ketua Dewan Komisioner LPS Purbaya Yudhi Sadewa mengakui, jumlah BPR/BPRS melonjak signifikan dibanding tahun-tahun sebelumnya.
Kemungkinan, berkaitan dengan program OJK untuk mengonsolidasikan sejumlah BPR. “Jadi saya belum bisa membedakan apakah ini betul-betul perburukan BPR secara keseluruhan atau karena memang dampak dari program OJK,” ungkapnya.
Menurut dia, kinerja industri BPR/BPRS akan cenderung stagnan bila tidak ada perbaikan kondisi ekonomi ke depan. Apalagi, juga dibarengi daya beli masyarakat yang sedang lesu. Butuh peran penting kebijakan fiskal maupun moneter.