BANDARLAMPUNG - Ketua Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU), M. Fanshurullah Asa, menggelar kegiatan Focus Group Discussion (FGD) dengan sejumlah pelaku usaha industri gula di Kantor Wilayah II KPPU beberapa waktu lalu untuk membahas persoalan industri gula di Provinsi Lampung.
Dalam keterangan tertulisnya Fanshurullah mengatakan, kegiatan tersebut ditujukan untuk mendalami isu-isu yang berkaitan dengan persaingan usaha dalam industri gula, serta mendorong transparansi dan komunikasi yang lebih baik antara regulator, pelaku usaha, dan stakeholders terkait.
Secara khusus, pertemuan mengidentifikasi potensi praktik bisnis yang tidak sehat dan memberikan kesempatan bagi pelaku industri untuk memberikan masukan terkait kebijakan guna memperbaiki iklim persaingan usaha di sektor gula.
Hadir dalam pertemuan tersebut, perwakilan dari delapan perusahaan gula besar yang beroperasi di Lampung, antara lain PT Gula Putih Mataram, PT Sweet Indolampung, PT Indolampung Perkasa, PT Gunung Madu Plantation, PT Pemuka Sakti Manis Indah, dan PT Sinergi Gula Nusantara Regional Sumatera.
Disampaikan Fanshurullah, merujuk pada data terbaru dari Direktorat Jenderal Perkebunan Kementerian Pertanian, kebutuhan konsumsi gula di Indonesia menyentuh angka 6 juta ton.
Dari angka kebutuhan tersebut, 3 juta ton merupakan kebutuhan gula konsumsi dan 3 juta ton kebutuhan gula produksi.
Berdasarkan estimasi produksi untuk tahun 2023, Provinsi Jawa Timur masih menjadi provinsi penghasil gula terbesar dengan angka produksi mencapai 1,21 juta ton, jauh lebih tinggi dibandingkan provinsi penghasil gula lainnya.
Sementara itu, Provinsi Lampung, yang menjadi salah satu pusat produksi gula terbesar di Indonesia, hanya mampu memproduksi gula sebanyak 768,4 ribu ton pada periode yang sama.
Selain Lampung, terdapat sembilan provinsi penghasil gula lainnya yang rata-rata produksi gula mereka hanya mencapai 471,94 ribu ton pada periode 2019-2023.
Meskipun demikian, sektor industri gula di Lampung tetap memiliki potensi besar untuk berkembang, seiring dengan kebijakan Pemerintah yang berfokus pada penguatan sektor pertanian dan perkebunan gula nasional.
Salah satu topik yang juga menjadi sorotan dalam FGD ini adalah pola kemitraan antara perusahaan gula dengan petani tebu.
Meskipun pola kemitraan yang dilakukan bertujuan untuk meningkatkan produksi dan kualitas tebu, sejumlah kendala masih dihadapi oleh perusahaan salah satunya adalah ketersediaan lahan yang semakin sedikit.
Selain itu, faktor iklim juga menjadi pemicu dalam peningkatan produktivitas di mana tidak bisa dilakukannya raplanting pada 30 persen lahan yang rusak.
Harga pupuk yang terus meningkat juga menjadi beban berat bagi petani yang sebagian besar bergantung pada input ini untuk memastikan hasil tebu yang optimal.
Kondisi ini menyebabkan petani terjebak dalam dilema di mana dibutuhkan pupuk berkualitas untuk meningkatkan hasil panen, namun biaya yang tinggi membuat banyak petani kesulitan membeli pupuk yang sesuai dengan kebutuhan.
Dalam forum juga mengemuka bahwa harga jual gula rata-rata adalah sekitar Rp 14.000 sampai Rp 15.000.