"Saya waktu itu dipanggil penyidik Polresta Bandarlampung namanya Pak Fahrudin, dia bilang kalau ekskavator saya ada di daerah Palembang. Dan dikuasai oleh Pak Alim. Saya dapat informasi itu dari penyidik itu," kata Edi. Awalnya, jelas Edi, penyidik itu menghubungi dirinya pagi dan mengatakan bahwa ekskavator tersebut ada di daerah Palembang di tangan sesorang bernama Alim.
Edi mengaku tidak mengetahui persis dimana lokasi kediaman Alim. "Si Erwin (terdakwa) ini yang menitipkan barang itu dengan imbalan uang Rp50 juta. Dan membawa uang Pak Alim itu beserta 2 unit mobilnya itu. Keterangan ini saya dapat dari penyidik," imbuhnya.
Edi menjelaskan, kronologis kejadian tersebut dimulai pada laporan di tahun 2021 di Polresta Bandar Lampung. Ia pun mempertanyakan kenapa nama yang disampaikan penyidik itu tidak dijadikan saksi. "Saya juga jadi bertanya-tanya. Kok dia tidak dijadikan saksi. Padahal sudah jelas pengakuan dari Erwin kalau ekskavator itu ada di Pak Alim," herannya. (nca)