BANDARLAMPUNG – Ribuan mahasiswa yang tergabung dalam Aliansi Lampung Menggugat menggelar aksi unjuk rasa di depan gedung DPRD Lampung, Jumat (23/8).
Aksi digelar dalam rangka mengawal putusan Mahkamah Konstitusi (MK). Pada aksi itu, massa menyampaikan sejumlah tuntutan. Mulai menuntut DPR dan presiden untuk menghentikan RUU Pilkada serta menuntut KPU melaksanakan Putusan MK Nomor 60 dan 70.
Juga menuntut dihapuskannya semua kebijakan pemerintah yang merugikan rakyat yaitu UU Ciptaker dan PP turunannya, Permendikbud No. 2 Tahun 2024, UU Minerba, KUHP, Tapera, RUU TNI/Polri, RUU Sisdiknas, RUU Penyiaran, dan RUU Wantimpres.
Pantauan Radar Lampung, ribuan peserta aksi tiba di depan gedung DPRD Lampung sekitar pukul 10.22 WIB. Saat massa tiba, pagar kawat berduri sudah dipasang menutupi pintu masuk area DPRD.
Peserta aksi lalu menyampaikan berbagai orasi di depan gerbang gedung DPRD Lampung. Massa sempat meminta aparat kepolisian membuka pagar kawat berduri.
BACA JUGA:Lelang Tender Gedung Nuklir RSUDAM Diduga Sarat Kongkalikong
Aksi mengangkat tema “Ganyang Rezim Pembegal Konstitusi”. Dari rilis yang diterima media ini, massa menilai banyak sekali kebijakan pemerintah baik di sektor sosial, ekonomi dan politik menindas rakyat.
Mulai dari disahkannya Permendikbud Nomor 2 Tahun 2024 yang memfasilitasi kenaikan biaya perguruan tinggi, lahirnya TAPERA yang sejatinya merupakan upaya untuk memasifkan investasi dengan menjadikan kelas pekerja sebagai tumbal, sampai yang paling terbaru adalah manuver dari para elit oligarki yang semakin mengangkangi konstitusi dan mengebiri demokrasi.
“Salah satu hal yang perlu kita perhatikan dalam melihat situasi itu adalah bahwa bangunan ekonomi politik yang diterapkan selama rezim Jokowi ternyata sama saja dengan rezim orde baru,” kata Noufal Alman Widodo selaku Koordinator Lapangan Aliansi Lampung Menggugat.
BACA JUGA:Kontestasi Sengit Pilkada Metro --Wahdi 37,77 %, Bambang 28,6 %, Berebut 34,18 Persen--
Bahkan yang terjadi hari ini, kata dia, korporasi semakin terang-terangan dalam mempengaruhi arah kebijakan nasional secara langsung dengan bergabung di pemerintahan.
“Situasi ini jelas sangat tendensius kalau kita kaitkan dengan kepentingan rakyat secara umum. Pemerintah dengan kepentingan neoliberalismenya tentu akan lebih mendahulukan kepentingan para pemilik modal dibandingkan rakyat secara umum,” tukasnya.
Hal itu, sambungnya, bisa terlihat dari betapa mudahnya pemerintah dalam mengacak-acak demokrasi dan konstitusi demi untuk mempertahankan otoritas dan melanggengkan kekuasaannya supaya akumulasi modal dan kekayaan tetap berjalan.
Itu juga yang kemudian menjadi alasan mengapa bentuk-bentuk demokrasi yang boleh dirayakan hari ini adalah aktivitas-aktivitas demokrasi yang bersifat prosedural dan ritualistik belaka seperti pemilihan umum atau pelantikan anggota eksekutif dan legislatif yang berguna untuk memastikan fraksi mana dari kelas berkuasa hari ini yang akan memainkan peranannya sebagai fasilitator dari kepentingan modal.
Tetapi sebaliknya, bentuk-bentuk demokrasi yang lebih subtansial sebagaimana dipraktikkan oleh berbagai elemen gerakan rakyat hari ini justru direfresif secara masif.