“Kita harus menyadari bahwa seluruh persoalan yang terjadi hari ini tidak berdiri sendiri-sendiri. Semuanya saling terhubung melalui satu sebab yang sama yaitu Jokowi beserta kroni-kroninya ingin memaksakan negara ini menjadi negara neoliberal dengan menjadikan pasar sebagai panglima,” cetusnya.
Sehingga, kata dia, wacana untuk menganulir putusan Mahkamah Konstitusi (MK) dapat dijadikan sebagai hipotesis bahwasanya masih banyak proyek-proyek neoliberal yang belum rampung sehingga otoritas kekuasaan harus tetap terjaga.
Jalan aksi sempat memanas. Massa memaksa masuk ke dalam halaman kantor DPRD Lampung sebagai upaya mereka menduduki gedung DPRD.
Mereka berhasil merobohkan pagar kawat berduri yang dipasang di depan Gedung DPRD Provinsi Lampung yang sudah dipasang oleh aparat kepolisian.
“Kita ingin menyampaikan aspirasi tapi kami dihadang oleh kawat berduri. Ini merupakan bentuk penghinaan,” ujar salah satu massa aksi saat menyampaikan orasinya.
Upaya mediasi sejumlah pejabat dengan berusaha menemui massa aksi mentah. Mereka di antaranya Wakil Ketua DPRD Lampung Yosi Rizal, serta anggota Fraksi PDI Perjuangan Lampung seperti Kostiana, Lesty Putri Utami, Budi Condrowati, dan Ketut Nadi serta Asisten III Senen Mustakin dan Kepala Kesbangpol M. Firsada, Massa menolak mediasi tersebut.
Massa justru mendorong rombongan anggota DPRD Provinsi Lampung hingga kian memanaskan suasana. Massa juga terlibat adu mulut dengan aparat kepolisian. “Kami mau masuk kedalam, bukan kalian yang kesini,” kata seorang peserta aksi.
Situasi semakin tegang ketika terjadi aksi saling dorong antara massa dan aparat kepolisian. Kondisi ini memaksa pihak kepolisian meminta anggota DPRD untuk kembali masuk ke dalam gedung demi menjaga keamanan mereka.
Akhirnya, massa berhasil masuk ke halaman Kantor DPRD Provinsi Lampung. Massa lalu menggelar salat Jumat di halaman Kantor DPRD Provinsi Lampung.
Setelah salah Jumat, Ketua DPRD Lampung Mingrum Gumay dan beberapa anggota DPRD lainnya sempat menghampiri peserta aksi. Mingrum kemudian naik ke atas mobil orasi.
Kepada awak media, Mingrum Gumay mengatakan, selaku ketua DPRD dirinya menerima aspirasi yang disampaikan peserta aksi.
Mingrum Gumay mengaku sepakat bahwa konstitusi negara harus dikawal dengan baik. Juga apa yang menjadi keputusan MK harus diikuti. “Kita sepakat bahwa konsitusi negara harus dikawal. Apa yang diputuskan MK wajib kita kawal juga,” ujar politisi PDI Perjuangan ini.
Begitu juga KPU untuk dapat menjalankan program-program yang sudah ditetapkan. “Prinsipnya begitu. Kita bukan hanya bicara negara yang demokratis, tapi juga harus tegak lurus dengan konstitusi yang sudah diputuskan,” ungkapnya.
Sekitar pukul 15.00 WIB, massa akhirnya membubarkan diri. Noufal Alman Widodo mengatakan, pihaknya akan melakukan evaluasi terkait aksi yang dilakukan.
“Pasca aksi hari ini (kemarin, Red), kita akan rumuskan kembali gerakan seperti apa. Ketika hasil evaluasi nanti perlu aksi kembali, kita akan Lanjutkan. Untuk kapannya aksi lanjutan, kita lihat nanti,” ujar Naufal.
Diketahui, unjuk rasa tersebut merupakan bagian dari gerakan ‘Peringatan Darurat Indonesia’ yang viral di media sosial setelah DPR RI menganulir keputusan MK Nomor 60 Tahun 2024.