Baru 480 Truk Masuk Gaza, Bantuan Kemanusiaan Masih Minim Pasca Gencatan Senjata

GENCATAN SENJATA: Warga Gaza pulang kembali pasca gencatan senjata yang disepakati-Foto UNRWA-
GAZA – Otoritas lokal di Jalur Gaza melaporkan bahwa hingga Rabu (15/10), hanya sekitar 480 truk bantuan yang berhasil melintasi perbatasan menuju wilayah tersebut, meskipun gencatan senjata dengan Israel telah diberlakukan.
Angka ini masih jauh di bawah target yang disepakati dalam perjanjian kemanusiaan kedua pihak.
Dalam keterangan resmi Kantor Media Pemerintah Gaza, Kamis (16/10), disebutkan bahwa sejak gencatan senjata diberlakukan pada 10 Oktober 2025, total baru 653 truk bantuan yang masuk.
Padahal, kebutuhan minimum harian diperkirakan mencapai 600 truk per hari.
Fase awal gencatan senjata ini merupakan bagian dari rencana yang diinisiasi oleh Presiden Amerika Serikat Donald Trump, dengan tujuan meredakan konflik panjang Israel–Palestina yang telah berlangsung selama dua tahun terakhir.
Berdasarkan kesepakatan tersebut, Israel seharusnya membuka akses bagi 600 truk bantuan kemanusiaan setiap hari, termasuk kendaraan yang membawa bahan bakar, gas elpiji, serta suplai medis dan pangan bagi penduduk Gaza.
Namun, realitas di lapangan menunjukkan hal berbeda. Pada Minggu (12/10), hanya 173 truk yang diizinkan melintas—terdiri dari tiga truk gas memasak dan enam truk bahan bakar. Dua hari berikutnya, tak satu pun truk bantuan yang diizinkan masuk, ungkap Ismail al-Thawabta, Direktur Kantor Media Pemerintah Gaza.
“Bantuan yang masuk masih sangat minim, hanya ibarat setetes air di lautan kebutuhan rakyat Gaza,” demikian pernyataan resmi otoritas tersebut.
Pemerintah Gaza menegaskan bahwa wilayah itu membutuhkan setidaknya 600 truk bantuan per hari untuk menjaga stabilitas pasokan bahan bakar, gas, obat-obatan, serta kebutuhan pokok lainnya.
Pihaknya juga menyatakan terus berkoordinasi dengan organisasi kemanusiaan internasional agar distribusi bantuan dapat merata ke seluruh wilayah yang terdampak perang.
Sementara itu, Israel sebelumnya mengancam menutup perlintasan Rafah dan mengurangi volume bantuan kemanusiaan, dengan alasan Hamas memperlambat proses evakuasi jenazah para sandera.
Padahal, Hamas telah menyampaikan bahwa mereka membutuhkan waktu tambahan karena kondisi Gaza yang hancur akibat serangan udara dan darat Israel.
Diketahui, sejak Oktober 2023, agresi militer Israel di Jalur Gaza telah menewaskan hampir 68.000 warga Palestina, sebagian besar perempuan dan anak-anak.
Serangan tersebut menghancurkan sebagian besar infrastruktur, menjadikan wilayah Gaza tak layak huni, dan memperburuk krisis kemanusiaan yang belum berakhir hingga kini.(*)