International Monetary Fund (IMF) memproyeksikan kinerja ekonomi Indonesia akan tetap tinggi sebesar 5 persen pada 2024. Sedangkan tahun depan sedikit meningkat menjadi 5,1 persen di tengah beberapa risiko yang perlu diwaspadai. Seperti volatilitas harga komoditas, perlambatan pertumbuhan negara mitra dagang utama, dan spillover akibat kondisi high-for-longer pada keuangan global.
IMF memberikan rekomendasi untuk mempertahankan kehati-hatian kebijakan fiskal. Mereka mengapresiasi stance kebijakan moneter Indonesia. Dengan melanjutkan reformasi untuk melindungi ketahanan sektor keuangan dan mendukung pendalaman pasar keuangan.
Serta, menjembatani kesenjangan struktural untuk mencapai potensi pertumbuhan yang lebih tinggi dan inklusif untuk mendukung visi Indonesia Emas 2045. Proyeksi positif IMF sejalan dengan asesmen Bank Indonesia (BI) yang memperkirakan bahwa perekonomian Indonesia tetap tumbuh dengan baik dan berdaya tahan terhadap dampak rambatan global.
"Bank Indonesia akan terus memperkuat koordinasi kebijakan dengan Pemerintah untuk memitigasi risiko ketidakpastian global dengan tetap menjaga independensi dalam mencapai tujuan yang diamanatkan Undang-Undang. Koordinasi kebijakan moneter dan fiskal juga diperkuat untuk menjaga stabilitas makroekonomi dan sektor keuangan serta momentum pertumbuhan ekonomi," terang Kepala Departemen Komunikasi Erwin Haryono.
Sementara itu, Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF), Kementerian Keuangan (Kemenkeu), Febrio Kacaribu menuturkan, pemerintah masih optimistis target pertumbuhan di atas 5,1-5,2 persen masih dapat dicapai. Menurutnya, masih ada peluang untuk mencapai target tersebut. "Jadi, ini memang masih ada peluang, tetapi sejauh ini stabilitas dari perekonomian kita cukup mengarahkan kita ke sekitar 5,1 sampai 5,2 persen," ujarnya di Jakarta, Rabu (6/8).
Febrio menekankan, jika Indonesia mampu mempertahankan pertumbuhan ekonomi dengan baik, hal tersebut akan menjadi modal penting bagi negara untuk terus melangkah maju di masa depan. Untuk mendorong laju pertumbuhan konsumsi masyarakat pada dua kuartal terakhir tahun ini, masih bisa mengandalkan kebijakan Pajak Pertambahan Nilai Ditanggung Pemerintah (PPN DTP).
"Kan kita sudah ada yang sekarang PPN DTP untuk rumah. Itu kita berikan untuk rumah sampai rumah yang harga Rp 5 miliar tetapi kita berikan insentifnya sampai Rp 2 miliar pertama," katanya.
Sepanjang semester I 2024, Febrio mengatakan, kebijakan PPN DTP per Juni 2024 yang sebesar 100 persen itu telah mampu menggerakkan laju pertumbuhan sektor konstruksi hingga investasi. Maka, ia menganggap, kebijakan lanjutan Juni-Desember dengan PPN DTP yang ditanggung 50 persen masih bisa mendorong. (jpc)