Pertumbuhan Ekonomi Indonesia Diramalkan Lesu hingga Akhir 2024

Minggu 11 Aug 2024 - 20:37 WIB
Reporter : Tim Redaksi
Editor : Syaiful Mahrum

Dari sektor pertambangan penggalian juga menunjukkan pertumbuhan yang melambat dari 9,3 persen year-on-year (YoY) di tiga bulan pertama 2024 menjadi 3,17 persen YoY. Penurunan tersebut disebabkan oleh lesunya permintaan khususnya dari Tiongkok. Sektor konstruksi memang menunjukkan peningkatan 7,29 persen YoY. Hanya saja, mayoritas ditopang oleh proyek strategis nasional (PSN).

 

Sangat jomplang ketika dikaitkan dengan real estate yang hanya tumbuh 2,6 persen secara tahunan. "Pertumbuhan yang kecil ini menunjukkan bahwa konstruksinya untuk infrastruktur yang besar. Bukan untuk perumahan," imbuhnya.

 

Bhima menyoroti belanja pemerintah yang turun drastis. Dari tumbuh 19,9 persen di triwulan I 2024, yang kemudian melorot hanya tumbuh 1,42 persen. Meski memang pada saat itu banyak bantuan sosial (bansos) yang dikeluarkan berkaitan dengan pemilu.

 

"Jadi, ada penyesuaian bansos pascapemilu berkontribusi terhadap pelemahan belanja pemerintah. Setelah pemilu, bansos tidak masif lagi," ujar lulusan University Of Bradford itu.

 

Dari sisi perdagangan, lanjut Bhima, kinerja ekspor masih positif. Hanya saja kontribusi ekspor terhadap produk domestik bruto (PDB) hanya 21,4 persen. Menurun dibanding triwulan I 2023 sebesar 22,9 persen.

 

Dia mendorong, pemerintah menunda penerapan tarif pajak pertambahan nilai (PPN) 12 persen. Justru menurunkan PPN menjadi 8-9 persen. Mengingat, kondisi ekonomi masyarakat kelas menengah sedang lesu.

 

Sedangkan kelompok atas cenderung untuk menahan melakukan konsumsi secara berlebih. Jika kemudian mengeluarkan uang, mereka cenderung untuk investasi. Selain itu, proyek-proyek infrastruktur yang sedang digenjot di akhir masa periode Presiden Joko Widodo yang kemudian dilanjutkan oleh Prabowo Subianto harus memerhatikan dampaknya kepada sektor swasta dan usaha mikro, kecil, menengah (UMKM). Investasi di sektor industri pengolahan harus saling terhubung dengan infrastruktur.

 

''Karena terlihat bahwa besarnya belanja untuk infrastruktur belum berkorelasi terhadap peningkatan daya saing di sektor industri pengolahan. Investasi yang lebih berkualitas ini yang kita butuhkan. Karena investasi sekarang semakin sedikit korelasinya terhadap serapan tenaga kerja. Jadi, yang kita butuhkan adalah investasi yang lebih banyak menyerap tenaga kerja," tandas Bhima.

 

Tags :
Kategori :

Terkait