Cukup Aku

-ILUSTRASI GERALT/PIXABAY-

Karya Mahabbah Fajar Aprilia

Waktu berjalan begitu cepat. Tak terasa aku sudah memasuki jenjang SMA. Perkenalkan namaku Ana, remaja dengan sikap kekanak-kanakan dan sesekali dewasa. Aku bangga bisa masuk di sekolah unggulan. Tentunya banyak hal yang kupersiapkan untuk bisa mencapainya. Mulai dari belajar lebih giat, doa, dan tak lepas dari rido orang tua. 

 

Lima tahun aku tinggal di pesantren. Tak heran jika aku memutuskan untuk melanjutkan sekolah yang berbasis asrama. Awalnya kukira asrama sama dengan pesantren. Ternyata tidak. Beberapa mungkin ada yang sama, tapi lebih banyak bedanya. Ketika di pesantren aku memiliki pengasuh, beliau adalah kyai. 

BACA JUGA:Monumen Pancasila Sakti, Simbol Penghormatan kepada Para Pahlawan

Di sekolah aku memiliki kepala madrasah. Di pesantren aku memiliki banyak keluarga, berbeda dengan di asrama. Kami tak seberapa dekat, mungkin karena kami berasal dari berbagai daerah dan belum bisa menyatukan batin kita.

 

Sebelum aku melanjutkan ke jenjang SMA yang berbasis asrama ini, aku meminta izin kepada pengasuh pesantren untuk keluar pesantren dengan alasan meneruskan tolabul ‘ilmi bukan pindah karena biasanya santri yang mondok akan ada pengabdian selama satu tahun. Berhubung aku melanjutkan sekolah, aku meminta izin dengan alasan untuk meneruskan pendidikan. 

Saat aku menghadap Abah, rasanya tak sanggup untuk mengatakan bahwa aku akan meninggalkan pesantren itu. Dengan perasaan yang tak karuan, akhirnya aku memberanikan diri untuk berpamitan. 

BACA JUGA:Puluhan Pejabat Lampung Utara Kembali ke Posisi Semula

Banyak amanah yang beliau titipkan padaku, dan ada satu pesan yang paling terngiang di telingaku. Ati-ati neng kono, seng sabar, insyaAllah bakal subur, atine dikuatne, ta’dim marang guru, gusti Allah mboten sare. Sekatah-katahe masalah pasti ono ujunge. Anak Bapak solehah, pandongane mugi nopo seng dikarepne angsal ijabah. Aamiin.

 

Selepas itu, beliau mencium ubun-ubunku. Tangisku pecah tak karuan. Beliau adalah abah sekaligus ayah bagiku. Kasih sayang yang ia berikan padaku, layaknya seorang ayah pada anak kandungnya sendiri.

 

Tag
Share