RAHMAT MIRZANI

Cukup Aku

-ILUSTRASI GERALT/PIXABAY-

Singkat cerita, aku sekarang berada di sekolah baruku, membuka lembaran baru untuk menulis kisah baru. Aku sangat bahagia bisa bertemu teman-teman yang pandai, guru yang perhatian, kepala sekolah yang kocak, dan warga sekolah yang ramah. Kunikmati hari-hariku di sini, dengan berbagai kegiatan yang membuatku merasa sibuk. 

 

Hingga pada suatu hari, aku dikejutkan dengan permasalahan siswa-siswi di sekolah ini. Melanggar aturan, ga betah, ngeluh karena kegiatan padat dan keluhan lainnya. Masalah demi masalah mulai berdatangan. Untungnya aku tidak masuk dalam masalah itu.

 

Namun siapa sangka, aku dikejutkan dengan masalah yang lebih serius. Aku dituduh menulis keburukan sekolah dan keburukan guru yang ada di sekolahku ini. Aku sendiri tak tahu isi surat itu apa. Pandangan mata tajam mulai mengintaiku yang tak tahu apa-apa. Aku masih merasa aman-aman saja, dan pada akhirnya aku dipanggil salah satu guru. 

 

Tuduhan itu sampai di telingaku. Semua guru perlahan mewawancaraiku dengan beberapa pertanyaan. Apa tujuanku membuat surat itu? Kenapa aku bisa menulis surat itu? Aku serasa orang bodoh yang hanya mampu terdiam mendengar ketidakjelasan. 

 

Beberapa hari setelah kejadian itu, aku dijauhi oleh beberapa guru di sekolah ini. Parahnya lagi, aku seperti tak dianggap di sekolah ini. Memang sakit, tapi apalah dayaku dalam situasi ini. Membela, aku tak punya bukti. Menghindar, aku akan dihancurkan oleh ketidakadilan ini. Saat itu, salah satu temanku menghampiriku dan berkata, ia mengakui bahwa dia yang menulis surat tanpa nama itu. 

 

Aku sangat marah dengan hal itu dan aku langsung melaporkan masalah itu pada salah satu guruku. Tapi nahas, temanku memainkan peran yang sangat hebat. Ia menangis di depan guru-guru, mengatakan tak tahu apa-apa mengenai surat itu. Alhasil, nama baikku di sekolah itu tergores karena drama yang dimainkan olehnya.

 

Aku yakin kebenaran akan terungkap dengan sendirinya. Aku bersyukur, masih banyak guru yang peduli padaku. Mereka mengetahui kebenaran yang sebenarnya terjadi antara aku dan temanku. Ada juga beberapa guru yang tak mempercayaiku, dan membelanya. 

Satu tahun berlalu, kukira masalahku telah usai. Ternyata aku salah, kisah itu masih menjadi topik utama yang terus berkembang. Drama yang ia perankan berjalan mulus dengan berjalannya waktu. Aku tak tahu akhir kisahku ini bagaimana. Aku lelah disalahkan oleh mereka yang buta akan jabatan. 

 

Tag
Share