Sidang Lapangan, PTPN VII Buktikan Putusan PN Blambangan Umpu Non Executable
SIDANG LAPANGAN: Majelis hakim saat melihat lokasi lahan yang disengketakan antaran PTPN VII dan PT BMM dalam sidang lapangan, Kamis (2/5). -FOTO DOK PTPN VII-
BLAMBANGANUMPU- Sengketa lahan milik Perusahaan BUMN (PTPN VII) seluas 320 hektare di Bungamayang, Waykanan yang dikuasai Perusahaan Swasta PT Bumi Madu Mandiri (BMM) masih belum selesai.
PTPN VII sebagai pemilik awal lahan masih melakukan upaya hukum dengan melakukan bantahan terhadap Penetapan Eksekusi Pengadilan Negeri Blambanganumpu yang sebelumnya memutus memenangkan PT BMM.
Pada sidang bantahan lanjutan oleh PTPN VII dengan agenda Pemeriksaan Setempat (PS) pada Kamis 2 Mei 2024, PTPN VII kembali membuka peta dan menunjukkan batas-batas lahan yang disengkatakan.
BACA JUGA:‘Tumbur!’, Drama Eksekusi Lahan PTPN VII
Kuasa hukum PTPN VII M. Agung N mengatakan, pihaknya mengajak majelis hakim dari PN Blambanganumpu untuk menyusuri jalan dari Kampung Kaliawi, Kecamatan Negeribesar sebagaimana tercatat sebagai lokasi objek perkara berada hingga fakta lapangan lokasi yang sesungguhnya.
Sidang dimulai di Balai Kampung Kaliawi dipimpin Hakim Ketua Arista Budi Cahyawan didampingi dua hakim Andre Jevi Surya dan Ridwan Pratama, didampingi beberapa panitera.
Selain kuasa hukum, dari PTPN VII juga hadir beberapa tim hukum dan beberapa saksi sejarah.
BACA JUGA:PTPN VII Tolak Konstatering, PN Kotabumi Diduga Langgar Prosedur
Sedangkan dari PT BMM selaku Pihak Terbantah hadir Chairul Anom dan beberapa tim hukum lain.
Dari Pemkab Waykanan sebagai Pihak Turut Terbantah hadir Kabag Hukum Aris Supriyanto dan dihadiri juga Sekretaris Kampung Kaliawi, Hamdani.
Kuasa Hukum PTPN VII sengaja mengajak majelis hakim dari Kampung Kaliawi menuju objek perkara untuk membuktikan dan memastikan jarak dan posisi yang sangat berjauhan dan harus melewati wilayah tiga kampung lain.
Majelis hakim juga diajak berhenti di depan tiga balai kampung yang dilewati, yakni Kampung Tiuhbaru, Kampung Kaliawiindah, dan Kampung Bimasakti.
BACA JUGA:Giliran Gula Curah yang Naik Harga, Tembus Rp 20 Ribu Per Kilogram
“Dengan seizin majelis hakim, kami sengaja mengajak majelis hakim untuk menyusuri jalan menuju lokasi objek perkara. Selain jauh, posisinya juga harus melewati wilayah tiga kampung lain. Artinya, pelaksanaan eksekusi atas putusan yang menyatakan objek perkara berada di Kampung Kaliawi terdapat unsur Non Executable (Eksekusi yang tidak dapat dilaksanakan). Dengan demikian, seharusnya hakim dapat mempertimbangkan kembali penetapan eksekusi pada areal 320 hektare,” kata Agung.
Hakim Ketua Arista Budi Cahyawan saat membuka sidang menyatakan pihaknya tidak membuka ruang perdebatan dalam agenda Pemeriksaan Setempat (PS) ini.
Ia mengingatkan kepada para pihak, yakni PTPN VII sebagai pembantah dan PT BMM sebagai pihah terbantah serta Pemkab Waykanan sebagai pihak turut terbantah untuk hanya menjawab, menjelaskan, dan menunjukkan fakta-fakta yang diminta oleh majelis hakim.
BACA JUGA:Penjualan Antam Turun hingga 25,63 Persen di Kuartal I 2024
“Majelis hakim hanya akan meninjau lokasi objek perkara. Kita akan langsung ke lapangan dan para pihak silahkan jawab dan tunjukkan saja fakta-fakta yang ada sesuai permintaan majelis. Tidak ada perdebatan pada sidang lapangan ini karena kami hanya akan mendalami dan mencatat dari fakta yang disampaikan,” kata hakim.
Sebelum menuju objek perkara, Sekretaris Kampung Kaliawi menyampaikan pesan dari Kepala Kampung Kaliawi Muhsin yang tidak hadir.
Hamdani mengatakan, pihaknya tidak tahu-menahu dengan perkara yang disidangkan ini dan tidak bertanggung jawab atas segala sesuatu yang menjadi keputusan sidang tersebut.
BACA JUGA:Nggak Pakai Ribet, Bayar Tagihan Gas PGN Sekarang Bisa Lewat L-Online Bank Lampung!
Pada sidang lapangan, Majelis Hakim meninjau tiga lokasi yang menjadi batas dari objek perkara, yakni lahan seluas 320 hektare yang semula milik PTPN VII dan saat ini dikuasai PT BMM.
Di lokasi pertama, majelis hakim ditunjukkan titik batas sebelah utara yang merupakan aliran Sungai Way Campang.
Di lokasi ini, pihak PTPN VII yang didampingi Martin dan Yuli, dua pelaku sejarah saat pembukaan lahan oleh PTPN VII, menunjukkan jalan produksi End Field merupakan batas timur yang dibangun PTPN VII pada tahun 1983.
Peninjuan dilanjutkan ke titik kedua yang merupakan batas sebelah barat dan batas Selatan. Di lokasi terakhir, majelis makim meminta pihak PTPN VII untuk membuka peta dan menunjukkan untuk menyesuaikan dengan fakta di lapangan.(*)