RAHMAT MIRZANI

One of the Standards of Beauty

-Ilustrasi Sketchpedia/Freepik-

"Maaf, Licy, tapi aku benar-benar tidak bisa."

"Bukankah kita bisa cari bersama-sama dan sokongan untuk membeli perlengkapan," seru Asteria datang melerai mereka.

"Aku tidak mau mencari perlengkapan dengan gadis yang dekil dan jelek ini! Dia benar-benar tidak cocok dengan kita!" seru Licy

"Sudahlah, jangan bertengkar!" seru Asteria yang diikuti oleh anggukan anggota kelompok yang lain.

Tiba-tiba Licy pergi mengambil wadah minumnya dan menumpahkan isi minumnya ke rok Gitta.

"Licyyyy!"  seru Asteria dengan kesal.

"Ah... Biarkan saja. Makasih, ya" sahut Gitta.

Licy pergi keluar kelas tidak peduli.

Aku bertekad untuk mengubah sudut pandang teman-temanku kepada orang-orang berkulit gelap. Berkulit gelap bukan berarti bisa menentukan kepribadian orang tersebut.

Begitu bel pulang sekolah berbunyi, kami buru-buru mengikuti Alvin, ketua kelas sekaligus ketua kelompok kami.

Petualangan pun dimulai. Kami harus berpencar mencari barang-barang yang diperlukan untuk membuat peta negara. Kami memasuki pasar yang ramai dengan teriakan-teriakan pedagang yang mempromosikan produknya. Banyak pembeli yang berlalu-lalang bak kendaraan yang tidak ada hentinya. Kami langsung masuk ke dalam pasar. Alangkah mengejutkannya. Kami langsung menemukan toko alat tulis yang benar-benar komplet.

Kami pun berhasil membeli semua perlengkapan yang dibutuhkan. "Ayo, kerjakan dengan cepat di rumahku saja," ajak Licy. Kami pun langsung meluncur.

Setibanya di depan rumah Licy, ia berkata, "Semprotkan parfum kepadanya dan perhatikan gerak-geriknya di rumahku!" tunjuk Licy kepadaku.

Mengapa rasanya sesakit ini, batinku. Lalu, Licy memasuki rumahnya dan mempersilakan kami untuk masuk. Kami pun masuk satu per satu dan duduk di kursi sofanya dengan nyaman. "Ahh.... Akhirnya aku bisa bernapas dengan nyaman," gumam Asteria. 

Tak lama berselang, Licy berkumpul dengan kami.

Tag
Share