Tapis Tenun untuk Bu Lia

foto is-FOTO IST-

***

Kini hari-hari Ela disibukkan dengan kegiatan menenun tapis. Ternyata menenun tapis bukanlah pekerjaan mudah. Dibutuhkan kesabaran dan ketelitian dalam membuatnya. Apalagi semua itu Ela lakukan dengan sisa-sisa tenaganya yang telah terkuras karena kegiatan dan tugas-tugas sekolah serta persiapan acara perpisahan Bu Lia yang semakin dekat. Ela pun nyaris putus asa dibuatnya.

“Bagaimana, Ela? Kamu sudah selesai menenun tapisnya?” tanya Kak Ana sore itu. Ela hanya terdiam. Kali ini Ela kembali membuat kesalahan lagi. Untuk kesekian kalinya Ela harus membongkar tenunan yang sudah dibuat dengan susah payah karena keteledorannya. Karena begitu putus asanya, tanpa sadar Ela membanting kain yang belum selesai itu. Kak Ana yang melihat kejadian itu pun segera mendekatinya.

“Ela, kenapa? Lelah, ya? Kalau kamu lelah, kamu boleh, kok, beristirahat. Jangan memaksakan dirimu jika kamu sedang tak ingin menenun!” Kata-kata Kak Ana begitu lembut. Dia lalu meraih kain tapis yang tergeletak di lantai dan meletakkanya di meja. 

“Ela, semua benda yang kita buat dengan rasa sabar dan sayang ketika sudah jadi nanti akan jauh terlihat lebih cantik dan mendatangkan manfaat untuk siapa pun. Tak hanya itu, rasa puas dan bangga akan menjadi pengobat lelah kita ketika kita berhasil membuatnya,” ucap Kak Ana sambil mengusap rambut Ela dengan lembut. 

“Dulu juga Kakak sempat bertanya-tanya kepada Tuhan, mengapa Tuhan menciptakan Kakak berbeda dengan orang lain? Kemudian Kakak sadar. Tuhan rupanya sayang kepada Kakak. Jika dulu Kakak berputus asa menerima takdir yang Tuhan berikan, Kakak tak akan pernah mampu menyulam tapis-tapis ini dengan baik. Mungkin Kakak akan selalu bersedih dan melamun sepanjang hari karena keadaan Kakak ini,” kata Kak Ela sambil memandang deretan kain-kain tapis yang terjejer rapi di hadapannya.

“Kain-kain tapis inilah yang menjadi penyemangat Kakak. Mereka memang benda mati, tetapi merekalah yang menemani hari-hari Kakak, membuat Kakak berguna, dan merasa dihargai oleh orang lain.”

Kata-kata yang meluncur dari bibir Kak Ana seakan menampar hati Ela. Betapa tak bersyukurnya Ela selama ini. Hanya karena rasa bosan dan rasa lelah membuatnya mudah menyerah dan berputus asa. 

“Lihatlah dirimu Ela. Kau normal, cantik, pintar, dan memiliki banyak teman. Kau pasti bisa lebih baik daripada Kakak. Ingat! Kain tapis ini kau buat untuk orang yang sangat kau sayangi, Bu Lia. Jadi buatlah tapis dengan hati bahagia bukan terpaksa apalagi marah agar kelak Bu Lia merasakan betapa besar rasa sayangmu pada beliau,” kata Kak Ana lembut.

Ela pun memeluk Kak Ana. Air mata yang tumpah menjadi saksi penyesalannya. Semenjak peristiwa itu, Ela semakin bersemangat menyulam tapis untuk Bu Lia. Berkat ketelatenan dan kesabaran Kak Ana, Ela pun berhasil menyelesaikan selendang tapis kecil bermotif tajuk ayun bertuliskan Lia Sastika, nama Bu Lia, wali kelasnya. Ela juga menemukan sahabat baru yang sudah ia anggap sebagai kakaknya sendiri. Kak Ela banyak mengajarkan kepadanya tentang arti bersyukur. 

Hari perpisahan dengan Bu Lia pun tiba. Hari ini Ela dan teman-teman sekelas mengadakan acara kecil-kecilan untuk wali kelas kami. Haru dan bahagia menyelimuti perasaan mereka sebagai anak didiknya. Dengan bangga Ela menyerahkan kain tapis hasil sulaman tangannya sendiri kepada Bu Lia. Ela memakaikan di pundaknya. Beliau tampak begitu anggun mengenakannya. Rona bahagia terpancar dari wajahnya.

“Terima kasih, Ela. Kau kah yang menyulamnya?” tanya Bu Lia.

“Ya, Bu. Apakah Ibu senang?”

“Sangat senang Ela. Ini hadiah terbaik yang pernah saya terima, apalagi motif tapis tajuk ayun ini tidak mudah untuk dibuat karena butuh ketelitian dan kesabaran,” kata Bu Lia senang.

Benar kata Kak Ana, sesuatu yang kita buat dengan rasa sayang akan mendatangkan kebahagian juga untuk orang lain. 

Tag
Share