Menikmati "Panda Kecil" Shalwa Permata Tridanty
foto pixabay-foto ilustrasi-
Lea, maaf kalau saya salah membaca, adalah perempuan. Lalu Ethan adalah lelaki. Namun, Ethan digambarkan sebagai pria lemah, haus pujian, dan selalu berharap bantuan dari orang lain.
Ethan bagi Lea adalah sahabat yang seharusnya dibantu. Meskipun diakuinya pertemanan mereka masih baru, Ethan yang juga kerap pingsan dan darah mengucur dari hidungnya— mimisan—sepatutnya diberi semangat agar tetap tegar.
"Jangan nyakitin diri lo lagi, Than. Masalah lo masalah gue juga. Jadi tolong, cerita ke gue aja dan jangan lampiasin ke diri lo." Lea memohon dengan sangat, menatap Ethan penuh harap. Berusaha meyakinkan bahwa ia akan selalu ada di sisinya.
Menarik dari cerpen ini, ia berbeda dari kebanyakan cerpen yang ditulis kalangan siswa (remaja). Akhir dari cerpen ini juga, menurut saya, menarik. Penutup terasa ambigu, tetapi tentu ini sudah dipertimbangkan penulis cerita, yaitu Shalwa. Saya kutip di bawah ini.
Alih-alih menjawab, ia malah terkekeh kecil, lalu memeluk Ethan dengan erat, seakan-akan ia adalah benda rapuh yang rawan akan pecah. "Panda kecil." Lea lalu mendongakkan kepala sambil tersenyum, hingga membuat matanya tenggelam bagai bulan sabit. Keduanya berdekatan, saling bersitatap. Lea menggantungkan senyum tipis, penuh afeksi.
Entah sudah berapa lama mereka merahasiakannya dari masing-masing pihak, mereka tidak tahu kapan perasaan yang membuncah ini datang. Yang jelas, keduanya saling berbalas, sama-sama merasakan bagaimana jantung berdegup kencang seperti ingin meledak.
Cerpen "Panda Kecil" tidak bertele-tele. Kalimatnya jelas. Bahasa yang digunakan nyaris baik dan mengalir. Shalwa tahu cara memanfaatkan bahasa. Pilihan kata dalam cerpen ini tidak sia-sia.
Selanjutnya, bagi Shalwa, terus asah pisau yang memang sudah tajam agar lebih mengilap dan bercahaya. Lebih banyak pahami ejan atau penggunaan kata yang sesuai kaidah EYD. Misal, satu contoh, tulisan menrubah. Yang benar adalah mengubah.*