ASN Diduga Langgar Etika, Pemprov Lampung Tutup Mata

Sedangkan adanya mutasi atau rotasi, itu bukan juga sekadar perpindahan orang, tetapi juga bagian dari manajemen ASN yang berorientasi pada optimalisasi kinerja organisasi.

"Kalau ASN telah resmi dilantik di tempat baru namun masih aktif di tempat lama, ini bisa berpotensi melanggar asas kepatuhan dan mengaburkan garis komando," ucapnya.

Menurutnya, hal itu akan memunculkan tanda tanya besar. Jika sudah ada pelantikan dan penempatan baru, mengapa masih harus kembali ke instansi lama untuk menyelesaikan pekerjaan? Apakah mutasi tidak disertai dengan serah terima tugas dan administrasi yang jelas? Atau justru ada indikasi tarik-menarik kepentingan di internal OPD?

"Perlu dipertanyakan juga, bagaimana kinerja ASN yang ada di PSDA? Apakah tidak ada SDM yang mampu melakukan pekerjaan, sehingga harus dari dinas lain yang menyelesikan?," herannya.

"Karena ASN adalah pegawai yang memiliki ikatan dengan aturan dan sumpah pada jabatannya," sambungnya.

Tentu, kata Soma, apa yang dilakukan RS dan pembiaran oleh pejabat terkait, dapat menjadi preseden buruk dalam birokrasi tata kelola pemerintahan daerah.

"Jika ASN yang telah dilantik bisa bebas wara-wiri ke instansi lama, bahkan disebut-sebut dengan persetujuan pejabat internal, bahkan ikut rapat, maka ini merupakan bentuk pembangkangan administratif yang berpotensi menciptakan dualisme kewenangan. Ini skan jadi preseden buruk kalau dalam birokrasi daerah ternyata diketahui adanya pembiaran oleh pejabat struktural," tegasnya.

Soma merekomendasikan kepada gubernur selaku pejabat pembina kepegawaian (PPK) harus memastikan bahwa semua keputusan mutasi berjalan secara efektif dan mendapat pengawasan menyeluruh.

"Hal ini juga perlu dilakukan oleh pejabat instansi-instansi di lingkup pemerintah setempat," ucapnya.

Soma juga mengingatkan jangan sampai ada dualisme tugas yang membingungkan publik. Apalagi jika kedua pekerjaan ini kontraproduktif bagi pelayanan. (pip/c1/yud)

 

Tag
Share