Langkah Menjadi Manusia yang Layak
CERMIN: Melihat diri dalam cermin.-FOTO ILUSTRASI DALL-E -
Sebaliknya, Jean-Jacques Rousseau dalam Discourse on the Origin of Inequality (1755) berpendapat bahwa manusia pada dasarnya baik, tetapi menjadi rusak akibat pengaruh lingkungan sosial yang tidak adil. Penelitian dalam psikologi modern, seperti yang diungkapkan Albert Bandura dalam konsep Moral Disengagement (1999), menunjukkan bahwa trauma, tekanan sosial, dan rasa ketidakberdayaan sering mendorong seseorang melakukan tindakan jahat.
Sementara itu, Kant dalam Religion within the Boundaries of Mere Reason (1793) menyatakan bahwa kejahatan tidak semata-mata dipengaruhi oleh lingkungan atau naluri, melainkan berasal dari kebebasan manusia dalam menentukan kehendaknya.
Ia memperkenalkan konsep radikal böse (kejahatan radikal), yang merujuk pada kecenderungan manusia memprioritaskan kepentingan diri sendiri di atas prinsip moral universal.
Menurutnya, tindakan jahat terjadi ketika seseorang memilih melanggar hukum moral yang seharusnya diikuti oleh akal praktis. Kejahatan, dalam pandangan Kant, adalah keputusan sadar mengabaikan kewajiban moral, meskipun manusia memiliki kapasitas rasional memahami dan memilih yang benar.
Maka, Kant menawarkan, pendidikan moral dan latihan dalam pembentukan karakter diperlukan agar manusia mampu menundukkan dorongan egois dan tetap setia pada hukum moral.
Di abad lalu, Hannah Arendt dalam Eichmann in Jerusalem: A Report on the Banality of Evil (1963) menyajikan pandangan, kejahatan tidak selalu berasal dari dorongan sadis atau ambisi besar, melainkan dari ketiadaan pemikiran mendalam dan kesadaran moral.
Ia memperkenalkan konsep banality of evil yang menunjukkan manusia biasa, seperti Adolf Eichmann, mampu melakukan tindakan kejahatan besar hanya karena mereka menjalankan perintah tanpa mempertanyakan konsekuensi moralnya.