UNIOIL
Bawaslu Header

Langkah Menjadi Manusia yang Layak

CERMIN: Melihat diri dalam cermin.-FOTO ILUSTRASI DALL-E -

Dengan identifikasi pemicu, seseorang dapat mulai melatih strategi pengendalian diri dan menghindari kondisi yang memperburuk kelemahan moralnya. Refleksi dan pembiasaan evaluasi diri menjadi kunci penting dalam menundukkan "aku" tersebut, sehingga manusia mampu bertindak secara lebih sadar dan beretika dalam setiap situasi.

 

Kedua, melatih diri tidak berbuat jahat. Semua kesadaran dan pengetahuan tentang perbuatan jahat akan sia-sia tanpa disiplin melatih diri menolak godaan melakukan kejahatan. Menidak perbuatan jahat memerlukan komitmen yang berulang-ulang, mulai dari tindakan kecil sehari-hari hingga menghadapi situasi yang lebih kompleks, sehingga pengendalian diri menjadi kebiasaan yang melekat.

 

Sebagaimana Aristoteles dalam "Nicomachean Ethics" menyatakan, "We become just by doing just actions, temperate by doing temperate actions, brave by doing brave actions," ia menegaskan bahwa kebajikan terbentuk melalui latihan dan tindakan yang berulang.

 

Dengan melatih diri menidak perbuatan jahat secara berkesinambungan, manusia membentuk kemampuan bertindak secara etis, bahkan dalam situasi yang sulit, sehingga menciptakan kehidupan yang harmonis-bermartabat bagi diri sendiri dan masyarakat.

 

Kesadaran akan "aku" yang perlu diatasi dan melatih diri tidak berbuat jahat adalah dua hal yang sederhana dalam konsep, tetapi begitu menantang diamalkan dalam kenyataan. Hal ini karena manusia tidak hanya berhadapan dengan dorongan dari dalam dirinya sendiri, tetapi juga dengan norma sosial, ekspektasi, dan godaan yang menguatkan egonya.

 

Sebagaimana Sartre dalam Being and Nothingness (1943) menegaskan, manusia adalah makhluk bebas yang terjebak dalam dilema eksistensial—di mana ia selalu dihadapkan pada pilihan menjadi autentik atau tunduk pada ilusi yang diciptakan oleh "diri sosial." 

 

Demi mencapai keaslian moral, manusia perlu senantiasa meninjau niat dan tindakannya, agar tidak terjebak dalam rutinitas keburukan yang tak disadari. Latihan moral, karena itu, perlu dipahami bukan sebagai beban kewajiban eksternal, melainkan sebagai perjalanan membentuk diri yang utuh dan merdeka dalam memilih jalan kebaikan. Dalam perjalanan ini, manusia akan menyadari bahwa disiplin menolak dorongan jahat adalah pintu menuju pencerahan batin dan keseimbangan hidup bersama. 

 

Akhirulkalam, untuk menjadi manusia yang layak, kita semua insan Indonesia, diajak tidak berbuat jahat—di sini dan sekarang, bukan di sana dan nanti. Mungkin kita akan menghadapi kenyataan di mana banyak orang masih menikmati perbuatan jahat, tetapi posisi kita jelas: jika orang lain berbuat jahat, kita tidak ikut melakukannya. Semoga Tuhan menolong kita. (hariandisway/c1/yud) 

Tag
Share
Berita Terkini
Berita Terpopuler
Berita Pilihan