Langkah Menjadi Manusia yang Layak
CERMIN: Melihat diri dalam cermin.-FOTO ILUSTRASI DALL-E -
Arendt berpendapat, kejahatan dapat berkembang dalam situasi di mana orang tidak reflektif dan menyerah pada mekanisme birokrasi serta norma sosial yang tidak adil. Dalam hal ini, kejahatan tidak selalu berbentuk kebencian terang-terangan, melainkan ketidakpedulian moral yang memungkinkan individu memisahkan diri dari tanggung jawab atas tindakan mereka.
Oleh karena itu, pemikir perempuan berdarah Yahudi itu menekankan pentingnya berpikir kritis sebagai cara mencegah terjadinya kejahatan, terutama dalam struktur sosial yang memfasilitasi ketaatan buta dan dehumanisasi.
Sementara dalam perspektif neurosains, akar perbuatan jahat dapat dikaitkan dengan disfungsi pada area otak tertentu yang mengatur emosi, empati, dan kontrol impuls. Daniel Amen dalam Change Your Brain, Change Your Life (1998) menyatakan, gangguan pada amigdala, yang berperan dalam pengolahan rasa takut dan agresi, dapat meningkatkan kecenderungan perilaku agresif.
Pula, Amen menyoroti pentingnya fungsi prefrontal cortex, yang bertanggung jawab atas pengendalian diri dan pengambilan keputusan. Disfungsi di area ini sering ditemukan pada individu dengan perilaku antisosial atau impulsif.
Ketidakseimbangan neurotransmitter seperti serotonin mempengaruhi kontrol impuls dan empati, memperbesar risiko tindakan jahat. Dengan pemahaman ini, Amen menegaskan bahwa intervensi melalui perubahan gaya hidup, nutrisi, dan latihan otak dapat membantu memperbaiki fungsi otak dan mengurangi kecenderungan perilaku destruktif.
Memperkaya wacana ini dengan sudut pandang religius, dalam tradisi Kristiani misalnya, mendaraskan tawaran pemahamannya pada Kitab Suci dan melihat akar perbuatan jahat terletak pada natur manusia yang telah rusak sejak kejatuhan manusia pertama ke dalam dosa.
Sehingga, manusia memiliki kecenderungan bawaan berbuat jahat ("sinful nature") akibat kerusakan total ("total depravity") yang mempengaruhi seluruh aspek kehidupannya, termasuk pikiran, hasrat, dan perasaannya. John Owen dalam Of the Mortification of Sin in Believers (1656) menyatakan, "Be killing sin, or it will be killing you," bahwa dosa akan terus berusaha menguasai manusia jika tidak dilawan melalui disiplin rohani dan kesadaran moral.
Meski demikian, manusia tetap memiliki tanggung jawab penuh atas tindakan dosa yang dilakukannya. Maka, transformasi moral melalui rahmat Tuhan dan usaha terus-menerus melawan keinginan berdosa dipandang sebagai jalan untuk memulihkan hubungan manusia dengan Tuhan dan tatanan moral yang rusak.