Langkah Menjadi Manusia yang Layak
CERMIN: Melihat diri dalam cermin.-FOTO ILUSTRASI DALL-E -
Prinsip itu sejalan dengan pemikiran Aristoteles tentang “eudaimonia” yang menekankan bahwa hidup yang baik tercapai ketika manusia bertindak sesuai dengan kebajikan ("virtue") dan mempertimbangkan kesejahteraan bersama.
Dengan demikian, manusia yang layak adalah manusia yang hidup dengan kesadaran bahwa harga dirinya sendiri tidak dapat dipisahkan dari martabat orang lain, dan bahwa keharmonisan sosial hanya dapat terwujud-nyatakan melalui penghormatan timbal balik yang tulus.
Jika Kant dan Aristoteles menekankan martabat dan kebajikan sebagai dasar moralitas, Jalaluddin Rumi melangkah lebih tajam dengan melihat kemanusiaan sebagai manifestasi spiritual yang menyatu dalam cinta ilahi.
Dalam perspektif Rumi, manusia yang layak adalah manusia yang melihat dirinya dan orang lain sebagai cerminan dari keilahian yang sama, karena setiap jiwa adalah percikan dari sumber yang satu Rumi (The Essential Rumi. Translated by Coleman Barks. New York: HarperOne, 1995.
Rumi mengajarkan, menyakiti sesama pada dasarnya adalah menyakiti diri sendiri, karena kita semua terhubung dalam jalinan spiritual yang tak terpisahkan.
Cinta dan kasih sayang, bagi Rumi, bukan sekadar emosi, tetapi prinsip fundamental yang menggerakkan alam semesta, dan manusia yang layak adalah manusia yang hidup dengan kesadaran ini. Ketika seseorang memilih tidak menjahati sesamanya, ia sedang merawat benih-benih cinta dalam dirinya, yang pada akhirnya akan tumbuh menjadi pohon kebijaksanaan dan kedamaian.
Dengan demikian, manusia yang layak adalah manusia yang memahami bahwa setiap tindakan baik yang dilakukannya adalah langkah menuju penyatuan dengan hakikat kehidupan yang lebih tinggi, di mana tidak ada lagi pemisahan antara "aku" dan "kamu".