UNIOIL
Bawaslu Header

PT 20 Persen Dihapus, 2029 Gibran Berpeluang Tantang Prabowo

Adi Prayitno menilai meski banyak kandidat muncul setelah MK menghapus ambang batas pencalonan, Prabowo Subianto tetap menjadi tantangan terbesar di Pilpres 2029. FOTO JPNN--

Kemudian, Perludem mengusulkan skema penghitungan konversi kursi yang dianggap lebih proporsional.

MK dalam putusannya hanya mengabulkan dalil soal ketidakjelasan perumusan angka ambang batas. 

Sementara terkait skema penghitungan, MK menegaskan menjadi kewenangan pembentuk UU untuk menetapkannya. 

”Mengabulkan permohonan pemohon untuk sebagian,” kata Ketua MK Suhartoyo dalam pembacaan putusan.

Dalam pertimbangannya, hakim MK Saldi Isra mengatakan, penerapan ambang batas merupakan hal yang lumrah di negara yang menganut sistem multipartai. 

Di Indonesia, pelaksanaannya pun berlaku sejak 2004. 

Tujuannya, memperkuat sistem presidensial melalui penyederhanaan partai politik. Meski implementasinya tidak terbukti efektif, sistem itu tidak masalah untuk dipertahankan.

Namun, MK menyoroti angka ambang batas yang terus berubah-ubah. Ironisnya, perubahan angka itu tidak memiliki dasar perhitungan yang logis dan ilmiah. 

Dalam pernyataannya di persidangan, pemerintah maupun DPR tidak menjelaskan kenapa 4 persen yang dipilih. 

”Mahkamah tidak menemukan dasar rasionalitas dalam penetapan besaran angka atau persentase paling sedikit 4 persen dimaksud,” ujar Saldi.

Padahal, ambang batas jelas memiliki dampak terhadap konversi suara sah menjadi kursi DPR yang berkaitan dengan proporsionalitas hasil pemilu. 

Di sisi lain, sistem yang berlaku saat ini juga telah mengakibatkan besarnya suara terbuang sia-sia. Misalnya, pada Pemilu 2004 terbuang 19.047.481 suara dan 2019 terbuang 13.595.842 suara.

Fakta itu, lanjut Saldi, memperlihatkan adanya disproporsionalitas hasil pemilu terhadap kursi DPR. Padahal, sesuai putusan MK Nomor 3/PUU-VII/2009, pembentuk UU wajib menentukan ambang batas yang tidak bertentangan dengan hak politik, kedaulatan rakyat, dan rasionalitas.

MK menyatakan, ketentuan Pasal 414 ayat (1) UU No 7/2017 bertentangan dengan Pasal 1 ayat (2), Pasal 22E ayat (1), Pasal 28D ayat (1) UUD 1945. Untuk itu, MK memerintahkan DPR dan pemerintah untuk melakukan perubahan yang dapat digunakan pada Pemilu 2029. 

Sementara di Pemilu 2024, MK membolehkan penggunaan ketentuan yang ada sebagai bentuk kepastian hukum mengingat tahapannya telah berjalan.

Tag
Share