Bawaslu Header

Dilema Bantuan Beras dan Program Diversifikasi Pangan

ILUSTRASI Dilema Bantuan Beras dan Program Diversifikasi Pangan. -Maulana Pamuji Gusti/Harian Disway-

 

PROGRAM DIVERSIKASI PANGAN  

Saat ini program Kementerian Pertanian (Kementan) mengembangkan  diversifikasi pangan berbasis kearifan lokal yang fokus kepada satu komoditas utama per provinsi. 

Program diversifikasi pangan satu provinsi satu komoditas itu perlu dievaluasi karena dalam satu provinsi bisa terdiri atas beragam ekosistem yang berpotensi menghasilkan beragam produk pangan.

Untuk itu, pemerintah perlu mendukung melalui program dan kebijakan daerah penghasil produk pangan nonberas dan menjaga pola konsumsinya. Yang dikhawatirkan, daerah produsen pangan nonberas mengalami perubahan dalam mengonsumsi bahan pangannya. 

Ketersediaan pangan beras dan/atau nonberas sebagai representasi salah satu wujud ketahanan pangan.  

Pola diversifikasi pangan diperlukan untuk memperkuat jaminan ketahanan pangan hingga tingkat daerah. Suatu tantangan diversifikasi pangan adalah menjaga dan mendorong agar konsumsi nonberas tidak mengalami perubahan, bahkan mengalami kenaikan.

Namun, saat ini pola konsumsi nonberas menunjukkan tren penurunan. Ketergantungan masyarakat Indonesia pada konsumsi beras masih cukup tinggi. Indonesia memiliki potensi besar untuk menghasilkan bahan pangan nonberas. 

Ada sepuluh bahan makanan pokok di Indonesia bisa dikonsumsi. Yaitu, jagung, kentang, sagu, singkong, labu, ubi jalar, pisang, talas, sukun, dan gadung. Bahkan, saat ini porang merupakan bahan pangan yang  dikonsumsi sebagian warga masyarakat, tetapi harganya cukup mahal.

Namun, hingga saat ini beberapa bahan makanan pokok nonberas seperti jagung masih impor. Itu mengingat kebutuhan jagung tidak hanya untuk bahan pangan manusia, tetapi juga untuk bahan pakan ternak.

Menurut catatan Badan Pusat Statistik (BPS), Indonesia masih mengimpor jagung untuk memenuhi kebutuhan domestik. Dalam periode Januari–September 2024, total impor jagung mencapai 967,9 ribu ton dengan nilai USD 247,9 juta atau Rp 3,89 triliun (kurs Rp 15.700). Volume itu naik 0,17 persen jika dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu. 

Pola diversifikasi pangan diperlukan untuk memperkuat jaminan ketahanan pangan hingga tingkat daerah. Suatu tantangan diversifikasi pangan adalah mendorong konsumsi nonberas tidak mengalami perubahan. 

Saat ini pola konsumsi beras menunjukkan tren penurunan. Sementara itu, ketergantungan masyarakat Indonesia pada konsumsi beras masih cukup tinggi. 

Untuk itu, dalam memberikan bantuan pangan kepada masyarakat penerima, perlu disesuaikan dengan konsumsi makanan pokok masyarakat. Contohnya, apabila makanan pokok masyarakat itu sagu, bantuan pangan dapat berupa sagu dengan nilai setara dengan beras. 

Dengan demikian, konsumsi produksi pangan lokal nonberas tidak mengalami perubahan. 

Tag
Share
Berita Terkini
Berita Terpopuler
Berita Pilihan