Bawaslu Header

Dilema Bantuan Beras dan Program Diversifikasi Pangan

ILUSTRASI Dilema Bantuan Beras dan Program Diversifikasi Pangan. -Maulana Pamuji Gusti/Harian Disway-

Oleh: Rustinsyah*

PEMERINTAH Indonesia merencanakan paket kebijakan ekonomi pada 2025 yang prorakyat. Namun, jangan sampai kebijakan tersebut justru mematikan kreativitas rakyat.  

Salah satu paket kebijakan ekonomi yang direncanakan pemerintah adalah bantuan pangan beras. Program tersebut membawa angin segar bagi masyarakat penerima bantuan akan terpenuhinya kebutuhan pangan, terutama beras. 

Namun, apabila bantuan itu diberikan kepada seluruh takyat yang mengonsumsi beras dan nonberas, bisa memunculkan masalah baru. Contoh, terjadi perubahan pola konsumsi pangan dari nonberas ke beras. 

Warga masyarakat yang biasa memproduksi bahan pangan nonberas (ketela, jagung,  sagu, dan lain-lain) akan kehilangan konsumen sehingga dapat menghambat program diversifikasi pangan sebagai salah satu strategi menjaga ketahanan pangan. 

Pada Januari dan Februari 2025, pemerintah akan menggelontorkan paket bantuan pangan beras rakyat untuk penerima bantuan pangan (PBP). Seperti dikatakan kepala Badan Pangan Nasional (National Food Agency/NFA), bantuan pangan berupa paket beras merupakan kelanjutan dari program bantuan pangan beras pada 2024. 

Bantuan pangan itu merupakan bagian dari paket stimulus kebijakan ekonomi per 1 Januari 2025. Bantuan pangan beras tersebut akan digelontorkan pada Januari-Februari untuk 16 juta orang penerima bantuan pangan (PBP). Setiap PBP akan mendapatkan 10 kg beras. Maka, diperlukan 160 juta kilogram beras atau 160 ribu ton beras per bulan atau 1,92 juta ton beras per tahun.

Sedangkan kondisi luas dan produksi pangan nasional adalah luas panen padi pada 2024 diperkirakan sekitar 10,05 juta hektare dengan produksi padi pada 2024 diperkirakan 52,66 juta ton gabah kering giling (GKG), mengalami penurunan sebanyak 1,32 juta ton GKG atau 2,45 persen jika dibandingkan dengan produksi padi pada 2023 yang sebesar 53,98 juta ton GKG. 

Jika produksi padi dikonversikan menjadi beras untuk konsumsi pangan penduduk, produksi padi sepanjang Januari–September 2024 diperkirakan setara dengan 24,94 juta ton beras. Sementara itu, potensi produksi beras bulan Oktober–Desember 2024 ialah 5,41 juta ton. 

Dengan demikian, produksi beras nasional pada 2024 diperkirakan sebanyak 31 juta ton beras. Kebutuhan beras untuk penerima bantuan sebanyak 160 ribu ton beras per bulan atau 1,92 juta ton beras per tahun untuk 16 juta penerima bantuan.

Sedangkan penduduk Indonesia pada Desember 2024 berjumlah kurang lebih 281 juta dengan rata-rata kebutuhan konsumsi beras per bulan adalah 2,55 sampai dengan 2,56 juta ton. Maka, kebutuhan konsumsi beras per tahun adalah kurang lebih 30,72 juta ton beras. 

Pada saat ini, untuk mencukupi kebutuhan beras, pada November dan Desember, Indonesia mengimpor 3,85 juta ton beras. Kebergantungan bahan pangan beras terhadap impor tentu menghadapi risiko.

Misalnya, bila terjadi bencana, konflik, atau pandemi, musim kering yang panjang di negara-negara pengimpor beras, mereka akan menghentikan pasokannya dan lebih mementingkan kebutuhan negaranya. 

Oleh karena itu, program peningkatan produksi pangan terus diperjuangkan dan program diversifikasi pangan nonberas terus dilanjutkan untuk mewujudkan  swasembada pangan.  

Tag
Share