Memitigasi Middle Income Trap Melalui Orkestrasi Kebijakan Strategis

Radar Lampung Baca Koran--

Dalam lima tahun terakhir, jumlah kelas menengah turun dari 21 persen menjadi 17 persen karena PHK di berbagai sektor. Pelonggaran sektor impor untuk komoditas industri padat karya membuat produk dalam negeri tidak bisa bersaing dengan barang murah dari luar negeri, seperti serbuan barang impor murah dari Tiongkok. 

Sebaliknya, kenaikan nilai investasi hanya dinikmati pengusaha karena terkonsentrasi pada sektor industri hulu yang padat modal, terutama sektor pertambangan. Hilirisasi sumber daya mineral tidak diikuti industri turunan yang mengandung nilai tambah lebih besar. Terdapat sejumlah faktor utama sebagai penyebab MIT muncul. 

Pertama, kurangnya riset dan pengembangan terhadap sektor manufaktur yang realitasnya selama ini cenderung bergantung pada kegiatan yang masih tradisional serta penggunaan teknologi konvensional.

Kedua, birokrasi yang inefisien dan ”mahal” yang sangat memengaruhi laju pertumbuhan ekonomi suatu negara. Sebaliknya, birokrasi yang mudah dan tidak berbelit akan turut membantu kemudahan masyarakat dalam melakukan kegiatan ekonomi. 

Sayang, di negara dengan middle income trap, antara birokrasi dan pertumbuhan ekonomi cenderung mengalami ketidakseimbangan yang sangat kontras. Ketidakseimbangan birokrasi itu tidak hanya terjadi di internal di mana terjadinya akuntabilitas yang buruk seperti korupsi, kolusi, dan nepotisme. 

Akan tetapi, terjadi juga pada birokrasi eksternal seperti kebijakan yang meliputi perjanjian dengan pihak asing atau internasional.

Ketiga, rendahnya kualitas SDM akan berakibat pada minimnya inovasi dan kreativitas. Pada gilirannya, itu menjadikan negara sulit, bahkan belum mampu, bersaing dengan negara lain dan mencapai tingkat produktivitas yang tinggi. 

Keempat, pembangunan infrastruktur di Indonesia yang masih terkonsentrasi di Pulau Jawa. Dengan begitu, belum menciptakan transfer of knowledge ke luar Jawa. Minimnya aspek itu memberikan dampak terhadap kualitas SDM yang rendah. 

Kelima, transformasi ekonomi yang boros biaya memiliki andil sebagai faktor penyebab adanya middle income trap. Hal tersebut dapat terjadi karena road map transformasi ekonomi tanpa dibarengi dengan penerapan birokrasi yang efisien.

Pemerintah perlu mengorkestrasi sejumlah kebijakan strategis agar dapat keluar dari middle income trap. 

Pertama, pengembangan sektor usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM). Saat ini UMKM berkontribusi sekitar 61 persen terhadap produk domestik bruto (PDB) dan menyerap 97 persen tenaga kerja di Indonesia. 

Untuk mengoptimalkan potensi itu, pemerintah perlu meningkatkan akses pembiayaan, memberikan pelatihan keterampilan, dan mendukung pemasaran digital bagi UMKM. 

Melalui terobosan itu, diharapkan UMKM dapat naik kelas dan berpartisipasi dalam rantai pasok global yang pada gilirannya akan meningkatkan pendapatan masyarakat dan mendongkrak pertumbuhan ekonomi lebih tinggi. 

Kedua, peningkatan kualitas sumber daya manusia (SDM) menjadi prioritas utama. Indonesia telah mengalami bonus demografi sejak 2015 dengan periode puncaknya diperkirakan terjadi pada 2020–2035. Oleh karena itu, reformasi pendidikan yang menyeluruh sangat signifikan untuk mempersiapkan tenaga kerja yang terampil dan inovatif. 

Pemerintah perlu memastikan bahwa kurikulum pendidikan sesuai dengan kebutuhan industri dan mendorong program pelatihan vokasi yang relevan. Dengan peningkatan kualitas SDM, diharapkan Indonesia mampu memaksimalkan produktivitas dan daya saing di pasar global. 

Tag
Share
Berita Terkini
Berita Terpopuler
Berita Pilihan