BANDARLAMPUNG – Jaksa penuntut umum meminta agar m ajelis hakim dapat menolak eksepsi atau nota keberatan eks Kepala Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa (Kadis PMD) Lampung Utara (Lampura) Abdurahman. Itu disampaikan Jaksa Penuntut Umum (JPU) M. Azhari Tanjung pada sidang kasus dugaan gratifikasi bimbingan teknis (bimtek) pratugas bagi kepala desa terpilih tahun anggaran 2022 Dinas PMD Lampura di Pengadilan Negeri Tipikor Tanjungkarang, Senin (13/11).
’’Kami minta majelis hakim untuk menyatakan menolak seluruh eksepsi atau nota keberatan terdakwa melalui penasihat hukumnya," kata JPU dalam persidangan tersebut. Jaksa berpendapat surat dakwaan yang disampaikan itu sudah secara cermat, jelas, dan lengkap. ’’Surat dakwaan yang diuraikan telah secara cermat, jelas, dan lengkap mengenai tindak pidana yang didakwakan sehingga memenuhi persyaratan sesuai peraturan perundang-undangan," ujarnya. Oleh karena itu, jaksa berharap perkara yang melibatkan empat terdakwa ini dilanjutkan ke tahap selanjutnya. Yakni tahap pembuktian. Menanggapi pernyataan jaksa tersebut, tim penasihat hukum terdakwa Abdurahman, Iskandar, mengatakan pihaknya tetap optimistis majelis hakim dapat mengabulkan eksepsi atau nota keberatan kliennya. ’’Itu kan sah-sah saja, sama halnya dakwaan yang kita eksepsikan. Artinya ya menurut jaksa seperti itu, menurut kami juga punya pandangan lain," kata Iskandar saat diwawancarai usai persidangan. Dia juga mengungkapkan pihaknya sudah melayangkan surat ke Kejaksaan Agung yang meminta agar perkara ini dihentikan. ’’Kita optimis (dakwaan dibatalkan), apalagi memang surat sudah kita layangkan ke Kejagung. Mudah-mudahan minggu ini sudah ada surat balasannya," ujarnya. Sebelumnya, m antan Kepala PMD Lampura Abdurahman menjalani sidang perdana di Pengadilan Tipikor Tanjungkarang, Kamis (2/11). Dalam sidang tersebut, jaksa penuntut umum mendakwa Abdurahman menerima uang gratifikasi sebesar Rp25 juta. Namun sebelum jaksa membacakan dakwaan, pengacara Abdurahman, Yelli Basuki, meminta kepada majelis hakim agar perkara ini tak dilanjutkan. Yelli beralasan kliennya didakwa hanya menyangkut persoalan tindak pidana korupsi yang nilainya cuma Rp25 juta. Padahal, kata Yelli, berdasarkan surat Kejaksaan Agung, perkara korupsi yang nilai kerugian negara di bawah Rp50 juta maka perkaranya tak boleh dilanjutkan. ’’Terdakwa ini hanya menyangkut masalah persoalan tipikor yang nilainya hanya Rp25 juta. Padahal sesuai surat Kejaksaan Agung nilainya di bawah Rp50 juta, maka perkaranya tidak boleh diteruskan," ujar Yelli. Ia pun mengharapkan agar pembacaan surat dakwaan oleh jaksa penuntut umum itu dibatalkan. "Sebagai koreksi saja, harapan saya dengan perkara nilainya hanya Rp 25 juta, jaksa harapan saya agar menarik dan membatalkan dakwaan untuk terdakwa Abdurahman," ungkapnya. Menanggapi permintaan pengacara terdakwa, Ketua Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Tanjungkarang, Hendro Wicaksono menyatakan, persidangan tersebut tetap dilanjutkan. Hendro meminta apa yang disampaikan pengacara terdakwa bisa menjadi catatan tim jaksa penuntut umum. "Jadi karena ini sudah masuk proses persidangan ya tetap dilanjutkan, tapi ini menjadi catatan kepada jaksa apa yang disampaikan penasihat hukum," kata Hendro Wicaksono. Dalam dakwaan jaksa penuntut umum Muhammad Azhari Tanjung, Abdurahman didakwa menerima gratifikasi kegiatan bimbingan teknis (Bimtek) pratugas kepala desa terpilih tahun 2022 sebesar Rp25 Juta. Dalam perkara ini terdapat empat terdakwa dengan berkas terpisah, yakni Ismirham Adi Saputra selaku mantan Kepala Bidang Pemerintahan Desa, dan Ngadiman selaku Kasi Pengembangan dan Pengangkatan Kapasitas Desa Kelurahan Bidang Pemerintahan Desa Kelurahan. Kemudian Nanang Furqon rekanan dari CV Bina Pengembangan Potensi dan Inovasi Desa. Para terdakwa disangkakan sebagai orang yang memberi dan menerima sejumlah hadiah berupa uang, terhadap pelaksanaan Bimtek, yang diselenggarakan oleh Dinas PMD Lampura. Kejadian bermula ketika pada Desember 2021, terdakwa Ngadiman yang mengenal Nanang Furqon menghubunginya untuk menyarankan agar perusahaannya mengajukan proposal untuk menjadi pelaksana kegiatan Bimtek Pada 2022. Dari saran tersebut, kemudian Nanang mendatangi Dinas PMD Lampura pada Maret untuk menyampaikan presentasi perusahaannya soal kegiatan tersebut, hingga kemudian terjadilah kesepakatan untuk pemberian sejumlah, jika kegiatan berhasil dilaksanakan. Jaksa menyebut setelah adanya kesepakatan antara terdakwa Nanang dengan Dinas PMD Lampura, kemudian Ngadiman menanyakan terkait rencana pemberian terhadap Dinas PMD. "Ngadiman menanyakan kepada Nanang Furqon ' Abang mau ngasih untuk Dinas berapa rencananya?, Nanang Furqon menjawab ' Untuk Dinas Rp500 ribu'. Lalu Ngadiman mengatakan 'kalau segitu kayaknya minim banget bang, belum nanti untuk media kan rame, kamu tau sendiri di Kotabumi ini gimana'," tutur jaksa saat menirukan dialog keduanya. Sehingga setelah dilakukan perbincangan tersebut, disepakati pemberian kepada Dinas PMD Lampura Yakni sebesar Rp700 ribu per peserta. Kemudian pemberian tersebut diberikan oleh terdakwa Nanang setelah kegiatan Bimtek terlaksana, yang dikirim melalui transfer dan secara tunai pada Maret dan April 2022. Kemudian Nanang memberikan uang pada masing-masing terdakwa lainnya yakni. Abdurahman diberikan Rp25 juta, lalu Ismirham Adi Saputra sebesar Rp5 juta, Ngadiman sebesar Rp39 juta. Terdakwa Ngadiman senilai Rp39 juta. Atas perbuatan keempat terdakwa, didakwa melanggat pasal 12 huruf a, atau pasal 5 ayat (2), atau pasal 11 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. (nca /rim )
Kategori :