Gratifikasi di Dinas PMD Lampura Jadi Atensi Jaksa Agung
![](https://radarlampung.bacakoran.co/upload/ee765cbb86ba818709689d343c76fc82.jpg)
BERI TANGGAPAN: Kasipenkum Kejati Lampung Ricky Ramadhan memberikan tanggapan terkait perkara gratifikasi di Dinas PMD yang tengah menjadi atensi Kejaksaan Agung, Jumat (17/11).-FOTO RIZKY PANCANOV/RADAR LAMPUNG-
BANDARLAMPUNG - Kasus dugaan gratifikasi di Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa (PMD) Lampung Utara (Lampura) menjadi sorotan jaksa agung. Hal ini setelah rapat dengar pendapat (RDP) Kejaksaan Agung (Kejagung) dengan Komisi III DPR RI.
Anggota DPR RI Arteria Dahlan curhat ke jaksa agung mengenai penanganan perkara tersebut dalam rapat kerja Komisi III DPR RI dengan jaksa agung, Kamis (16/11).
Arteria saat RDP tersebut mengungkapkan Kajati Lampung Nanang Sigit Yulianto diduga inkonsisten atas penegakan dugaan pelanggaran kode etik dan perilaku jaksa yang diduga dilakukan oknum jaksa di Kejaksaan Negeri (Kejari) Lampura.
Menanggapi pernyataan Arteria Dahlan tersebut, Jaksa Agung Sanitiar Burhanuddin mengatakan belum mengetahui ada informasi tersebut. "Khusus kasus di Lampung Utara, jujur saya tidak pernah mendengar itu dan tidak pernah (ada yang) melapor (ke saya)," jawab Jaksa Agung Sanitiar Burhanuddin.
Meski begitu, bila benar adanya permainan hukum dalam perkara tersebut, pihaknya menegaskan akan menegur Kejati Lampung Nanang Sigit Yulianto. "Kajatinya akan saya tegur, kalau ini tidak melaporkan ke kami. Untuk Lampung Utara ini jadi atensi saya," tegasnya.
Kajati Lampung Nanang Sigit Yulianto melalui Kasipenkum Kejati Lampung Ricky Ramadhan pun memberikan tanggapannya terkait hal tersebut. Ricky Ramadhan mengatakan, pada Kamis (16/11) setelah selesai Jaksa Agung RDP dengan Komisi III DPR RI, Kajati Nanang Sigit Yulianto langsung melaporkan dan menjelaskan secara terperinci fakta sebenarnya yang terjadi dalam penanganan kasus dugaan gratifikasi yang terjadi di Dinas PMD Lampura. Ppada kesempatan tersebut juga Jaksa Agung berpesan agar menangani perkara secara profesional.
"Terkait dugaan Kajati Lampung inkonsisten, hingga saat ini penanganan dugaan pelanggaran kode etik dan perilaku jaksa masih on progres," kata Ricky Ramadhan, Jumat (17/11).
Namun hingga saat ini menurutnya penanganan dugaan pelanggaran kode etik jaksa itu belum menemukan titik terang. "Karena pelapor belum memberikan data atau bukti yang valid kepada siapa uang diberikan dan berapa jumlahnya, sehingga Tim Pengawasan Internal Kejati Lampung masih kesulitan mencari oknum jaksa yang bertanggung jawab," bebernya.
Ricky menegaskan, Kajati Lampung berkomitmen penuh terhadap penyelesaian kasus dugaan tindak pidana korupsi yang terjadi di Dinas PMD Lampura dengan menjaga netralitas, objektivitas dan setiap langkah yang diambil didasarkan pada hukum dan prinsip keadilan.
"Saat ini penanganan perkara tindak pidana korupsi yang terjadi di Dinas PMD Lampura dalam proses persidangan di Pengadilan Tipikor Tanjung Karang. Dimana eksepsi dari penasihat hukum para terdakwa ditolak seluruhnya oleh hakim dan akan dilanjutkan dalam tahap pemeriksaan saksi-saksi," terangnya.
Seperti diketahui, dalam perkara ini, mantan Kadis PMD Lampura Abdurahman melalui kuasa hukumnya, Gindha Ansori, menyurati Jaksa Agung terkait perkara yang menjerat Abdurrahman hanya Rp25 juta. Padahal, kata Gindha, dalam surat edaran Jaksa Agung, perkara yang nilai kerugian negara Rp50 juta tidak dilanjutkan ke proses pidana.
Dugaan gratifikasi Dinas PMD Lampura yang menjadi sorotan ini ada empat orang terdakwa yang harus menjalani proses persidangan. Keempat terdakwa yakni mantan Kadis PMD Lampung Utara Abdurahman, kemudian Ismirham Adi Saputra selaku Kepala Bidang Pemerintahan Desa di Dinas PMD Lampura, serta Ngadiman selaku Kasi Pengembangan dan Pengangkatan Kapasitas Desa Kelurahan Bidang Pemerintahan Desa Kelurahan di Dinas PMD Lampura. Lalu terdakwa Nanang Furqon yang merupakan rekanan dari CV Bina Pengembangan Potensi dan Inovasi Desa.
Perkara ini sendiri bermula pada Desember 2021 lalu, Ngadiman yang mengenal Nanang Furqon menghubunginya untuk menyarankan agar perusahaannya mengajukan proposal untuk menjadi pelaksana kegiatan Bimtek pada 2022. Dalam surat dakwaan, jaksa mengatakan setelah adanya kesepakatan antara terdakwa Nanang dengan Dinas PMD Lampura kemudian terdakwa Ngadiman menanyakan terkait rencana pemberian terhadap Dinas PMD.
Setelah dilakukan komunikasi tersebut, akhirnya disepakati pemberian kepada Dinas PMD Lampura yakni sebesar Rp700 ribu per peserta. Sedangkan, terdakwa Abdurahman disebut menerima gratifikasi sebesar Rp 25 juta, Ismirham Adi Saputra sebesar Rp 5 juta, dan terdakwa Ngadiman menerima senilai Rp39 juta. (nca/c1/rim)