Hakim Sakit, Sidang Perkara Gratifikasi Dinas PMD Lampura Ditunda

DITUNDA: Mantan Kadis dan Kabid Dinas PMD Lampura usai mengikuti sidang. -FOTO RIZKY P/RADAR LAMPUNG -

BANDARLAMPUNG - Sidang perkara dugaan gratifikasi bimbingan teknis (bimtek) pratugas bagi kepala desa terpilih tahun anggaran 2022 di Dinas Pemberdayaan Masyarakat Desa (PMD) Lampung Utara (Lampura) harus ditunda hingga 22 Februari 2024.

Penundaan tersebut dikarenakan tidak lengkapnya majelis hakim Pengadilan Tipikor Tanjungkarang yang bertugas. Seharusnya, sidang dengan agenda pembacaan replik atau tanggapan jaksa penuntut umum atas pleidoi atau pembelaan dari penasihat hukum terdakwa, Selasa (12/2). 

 

Sidang terpaksa ditunda karena ketua majelis hakim yang menangani perkara sakit. "Berhubung ketua majelis yang mengadili sakit dan masih dirawat di rumah sakit, maka sidang ditunda," kata hakim anggota. 

BACA JUGA:Wujudkan Pendidikan Berkualitas, Ini yang Dilakukan Pemkab Pesawaran

"Sidang akan dilanjutkan kembali Kamis Februari dengan agenda replik," terus hakim. Untuk diketahui, dalam kasus tersebut, mantan Kepala Dinas PMD  Lampura Abdurrahman sebagai terdakwa.

 

Selain Abdurahman, tiga terdakwa lainnya yakni Kabid di Dinas PMD Lampung Utara, Ismirham Adi Saputra, dan Kasi di Dinas PMD Lampung Utara, Ngadiman serta seorang rekanan bernama Nanang Furqon.

 

Sebelumnya, Abdurrahman berharap adanya pembebasan hukuman atas dirinya. Hal itu dikatakan Abdurahman, menjelang vonis terhadapnya dibacakan. Tepatnya pada sidang pledoi di Pengadilan Tipikor Tanjungkarang, Rabu (31/1) lalu.

 

Abdurahman mengatakan, dirinya ingin sekali bebas dari tuntutan selama tiga tahun penjara yang sebelumnya telah dibacakan jaksa penuntut umum. Abdurahman mengatakan, dirinya menderita dalam proses persidangan tersebut. Hal itu karena ia mengklaim dirinya adalah korban kriminalisasi oleh penyidik pada kepolisian setempat.

BACA JUGA:Pemkot Bandar Lampung Usul 800 Formasi PPPK dan 500 Formasi CPNS Tahun Ini

"Saya juga dikriminalisasi oleh penyidik Polres Lampung Utara," kata Abdurahman. Hal itu setelah, Abdurahman didakwa menerima gratifikasi dalam kasus tersebut sebesar Rp 25 juta. Dimana korupsi di bawah Rp 50 juta bisa, disebutnya seharusnya bisa mendapatkan restoratif justice sehingga kasusnya tidak dibawa ke pengadilan. Sedangkan, dalam proses hukum yang ia jalani, ia menyebut sudah mengeluarkan rupiah hingga miliaran.

Tag
Share