“Untuk PBB dan pajak lain penurunannya disebabkan tidak terjadi kembali pembayaran tagihan pada 2023. Jadi ini karena tahun lalu ada penerimaan sekali dan tidak terulang,” kata Sri Mulyani.
Sri Mulyani juga membeberkan pendapatan negara yang seret menjadi sebab APBN tercatat defisit sebesar Rp21,8 triliun pada Mei 2024 atau setara 0,10 persen terhadap produk domestik bruto (PDB). Defisit APBN terjadi seiring dengan pendapatan negara yang menurun, sedangkan belanja negara tercatat tumbuh signifikan. “Kita membukukan defisit Rp21,8 triliun atau ini artinya 0,10 persen dari PDB, karena defisit biasanya juga diukur dari sisi persentase terhadap PDB,” kata Sri Mulyani.
BACA JUGA:Pendataan QR Code Pertalite di 3 Provinsi Capai 100 Persen
Sri Mulyani menjelaskan, hingga Mei 2024 realisasi penerimaan negara secara total sebesar Rp1.123,5 triliun atau 40,1 persen dari total target APBN sebesar Rp2.783,9 triliun. Ini artinya, penerimaan negara mengalami penurunan sebesar 7,1 persen dibandingkan tahun lalu. “Tahun lalu itu masih ada growth pendapatan sampai 13 persen. Jadi memang ini koreksi normalisasi. Penerimaan pajak Rp760,4 triliun atau kontraksi 8,4 dibandingkan tahun lalu yang Rp830 triliun dan ini artinya 8,4 persen dari target APBN,” jelasnya.
Lebih lanjut, Sri Mulyani menyampaikan realisasi penerimaan negara dari kepabeanan dan cukai mencapai Rp109,1 triliun atau kontraksi 7,8 persen yang artinya 3,4 dari target APBN. Lalu, PNBP kontraksi 3,3 persen atau 51,1 persen dari target tahun ini.
Kemudian belanja negara telah terealisasi Rp1.145,3 persen. Itu artinya tumbuh tinggi sebesar 14 persen atau 34,4 persen dari target belanja tahun ini. Belanja negara itu meliputi belanja pemerintah pusat sebesar Rp824,3 triliun atau tumbuh 15,4 persen.
“Terdiri atas belanja K/L sebesar Rp388,7 triliun atau tumbuh 19,1 persen dari tahun lalu tinggi sekali hampir 20 persen dan belanja non K/L sebesar Rp435,6 triliun atau tumbuh 12,2 persen. Jadi belanja pemerintah pusat ini 3,4 dari alokasi belanja pemerintah pusat yang dianggarkan Rp3.121,2 triliun,” ujar Sri Mulyani.
Adapun untuk dana transfer ke daerah Rp321 triliun atau 37,4 persen dari alokasi transfer tahun ini atau tumbuh 10,5 persen. Meski begitu, keseimbangan primer masih surplus Rp184,2 triliun pada Mei 2024. Angka tersebut tercatat menurun dibandingkan tahun lalu yang mencapai Rp390,1 triliun.
“Jadi memang terjadi penurunan surplus Rp52,8 triliun dan untuk defisitnya Rp21,8 triliun total APBN. Ini penuruan yang sangat tajam karena tahun lalu bulan Mei masih surplus Rp204,1 triliun,” ungkapnya.
Adapun untuk pembiayaan negara realisasinya Rp84,6 triliun, angka ini turun secara signifikan sebesar 28,7 persen atau baru 16,2 persen terhadap APBN. “Ini karena kehati-hatian untuk tidak terekspos terhadap lingkungan dan tren dari sektor keuangan global yang cenderung higer for longer dan pressure terhadap rupiah dan penguatan dolar yang sangat tinggi,” ungkap Sri Mulyani. (jpc)