Setiap sudut sangat berarti.
"Asalamualaikum, Ibu," suara Ratih membuat Darminah bergegas cepat menuju teras rumah. Tampak putrinya tengah menggendong Azam. Kehadiran cucunya meluruhkan hati Darminah.
Darminah langsung bergerak cepat, memeluk erat Ratih, lalu mengambil alih cucunya dari gendongan putrinya itu. Wajah Darminah tidak dapat disangkal, betapa bahagianya ia saat ini. Sambil membawa tas di genggaman, Ratih beriringan masuk ke dalam rumah masa kecilnya itu.
Rak kayu yang tampak lapuk terlihat jelas dari pintu yang terbuka. Terpampang jelas jejeran buku penghuni rak yang menyimpan kenangan Ratih. Diraihnya sebuah buku yang menguning. Buku pengantar tidur Ratih.
Ratih menyusuri jejeran buku yang berdebu. Karya abadi sang ayah tertulis indah di setiap lembarnya. Tak jauh dari tempatnya berdiri, terdapat sertifikat penghargaan terbingkai rapi di dinding rumah.
Langkah Ratih melambat ketika melihat setiap sudut rumahnya. Ia seperti melihat dirinya sedang bermain bersama ibunya. Bahkan, coretannya di dinding ketika masih balita itu masih terpampang jelas.
Ratih menatap daun pintu berwarna biru langit di depannya. Senyum kecil menghiasi wajahnya ketika melihat penataan kamar yang masih sama. Diletakkannya dua tas di atas ranjang. Setelah mengganti baju, Ratih keluar dari kamar dan berjalan menuju dapur.