PTPN IV PalmCo Dorong Kolaborasi untuk Ketahanan Pangan dan Energi Nasional

Kamis 04 Sep 2025 - 09:58 WIB
Reporter : Mitra
Editor : Taufik Wijaya

JAKARTA, RADAR LAMPUNG — Subholding PTPN IV PalmCo menekankan pentingnya kerja sama lintas pihak sebagai strategi utama dalam memperkuat ketahanan pangan dan energi di Indonesia. Salah satu fokusnya adalah mendorong peningkatan produktivitas kelapa sawit rakyat yang masih memiliki potensi besar untuk dioptimalkan.

Pesan tersebut disampaikan Direktur Utama PTPN IV PalmCo, Jatmiko Santosa, saat menjadi pembicara kunci pada The 2nd International Conference on Agriculture, Food and Environmental Science (ICAFES) 2025 di Universitas Riau, Sabtu (30/8/2025).

Acara itu turut dihadiri para pakar pangan dan lingkungan internasional, di antaranya Johan Kieft (ahli lingkungan PBB), Dr. Idesert Jelsma (peneliti Belanda), serta Prof. Ir. Usman Pato, akademisi bidang ketahanan pangan lulusan Gifu University Jepang, bersama sejumlah peneliti lain dari Malaysia dan Filipina.

Menurut Jatmiko, sektor perkebunan sawit rakyat masih menyimpan peluang besar untuk ditingkatkan produktivitasnya. “Kontribusi petani sangat menentukan. Dengan intensifikasi, produktivitas sawit rakyat bisa ditingkatkan sehingga berdampak pada ketahanan pangan dan energi nasional,” ujarnya.

Ia menegaskan, penguatan produktivitas petani menjadi salah satu strategi utama PalmCo. Saat ini, rata-rata produktivitas kebun sawit rakyat hanya berkisar 2–3 ton CPO per hektare per tahun, jauh di bawah perusahaan besar yang mampu menghasilkan hingga 6 ton.

Untuk memperkecil kesenjangan tersebut, PalmCo telah menjalankan berbagai program, mulai dari penyediaan lebih dari dua juta bibit sawit unggul bersertifikat, skema off-taker seluas 10.200 hektare, hingga penguatan kelembagaan koperasi. Selain itu, PalmCo juga memfasilitasi pencairan dana BPDPKS untuk peremajaan sawit rakyat (PSR) seluas 15.321 hektare hingga 2024.

Hasilnya terlihat nyata. Produktivitas tanaman plasma yang sudah diremajakan mencapai rata-rata 12,57 ton/ha, bahkan ada yang tembus 18,05 ton/ha—lebih tinggi dari standar nasional 12 ton/ha. “PSR adalah kunci. Tanpa peremajaan, daya saing sawit rakyat akan terus melemah,” tegas Jatmiko.

Ia menambahkan, bila kolaborasi intensifikasi ini berjalan optimal, bukan hanya ketahanan pangan yang terjaga, tetapi juga kebutuhan energi berbasis sawit bisa dipenuhi. Pemerintah menargetkan implementasi biodiesel B50 pada 2027 yang diperkirakan memerlukan sekitar 20,11 juta kiloliter pasokan.

Dalam forum itu, Jatmiko juga menyinggung ancaman perubahan iklim yang kian nyata. Kenaikan suhu global, katanya, terbukti menurunkan hasil panen hingga 7,4 persen per 1°C. “Fenomena climateflation—kenaikan harga pangan akibat anomali iklim—sudah kita rasakan. Solusi berkelanjutan hanya bisa tercapai melalui kolaborasi semua pemangku kepentingan, termasuk akademisi,” jelasnya.

Sebagai produsen CPO terbesar dunia dengan kontribusi sekitar 60 persen pasokan global, Indonesia disebut Jatmiko memiliki peran vital. Namun, selain tantangan produktivitas, industri sawit juga menghadapi tekanan regulasi keberlanjutan, terutama dari Uni Eropa. Karena itu, PalmCo menilai peningkatan produktivitas harus sejalan dengan penerapan prinsip ESG (Environmental, Social, and Governance).

Komitmen tersebut diwujudkan PalmCo dengan mengoperasikan tujuh Pembangkit Listrik Tenaga Biogas (PLTBg) dan empat unit co-firing berkapasitas total 9,3 MW. Perusahaan juga tengah menyeleksi mitra untuk pengembangan 20 unit Compressed Biomethane Gas (CBG) dan satu fasilitas Sustainable Aviation Fuel (SAF).

“Investasi strategis, kebijakan yang tepat, inovasi, dan kolaborasi erat antara petani dan industri menjadi fondasi membangun sistem pangan serta energi yang tangguh dan berkelanjutan. Kolaborasi adalah kunci menuju solusi jangka panjang,” pungkas Jatmiko. (*)

 

Kategori :