Penertiban Cuma Formalitas, Warga Desak Aparat Bongkar Aktor Besar
BLAMBANGANUMPU – Ternyata, ucapan Mahfud M.D. kalau aparat hingga oknum pemerintah daerah dan pusat ikut bermain dalam mengamankan tambang ilegal bisa benar adanya.
Hal itu terbukti saat tim di Waykanan melakukan penertiban tambang diduga ilegal, tak satu pun pelaku penambangan yang diamankan.
Dugaan keberadaan mafia tambang ilegal (tamli) di Waykanan mulai tercium. Meski aparat gabungan TNI/Polri, Kejari, Lanudad, Skuadron, Subdenpom, hingga Satpol PP bersama camat setempat melakukan penertiban, kenyataannya aktivitas pertambangan emas ilegal di wilayah PTPN VII Blambanganumpu masih seperti gunung es, tampak bekasnya, pelaku tak tersentuh.
BACA JUGA:Staf Presiden Turun, HGU PT BNIL Ditinjau
Padahal dalam pidato kenegaraannya, Presiden Prabowo Subianto menyampaikan segera membereskan pertambangan ilegal yang telah beroperasi selama ini. Bahkan, sulitnya membersihkan tambang ilegal juga dibongkar Mahfud M.D.
Saat menyampaikan pidatonya, Prabowo mengatakan terdapat 1.063 tambang ilegal yang tersebar di berbagai wilayah Tanah Air. Dia juga mengaku mengetahui ada pensiunan jenderal dan aparat aktif yang ikut bermain di pertambangan ilegal ini.
Sementara, penertiban yang dilakukan di Waykanan diklaim sebagai tindak lanjut dari kesepakatan Tim 12 tokoh adat Buay Pemuka Pangeran Udik dengan pemerintah daerah. Namun di lapangan, tim hanya menemukan lubang-lubang bekas tambang liar. Para pelaku sudah hilang, seolah telah mendapatkan bocoran sebelum aparat turun.
“Untuk tambang liar, di lokasi hanya ada bekas-bekas. Pelaku tidak ditemukan. Sementara, untuk premanisme dan warung remang-remang, ada 40 wanita yang terdata dan diberi pembinaan,” ujar Kasat Pol PP Way Kanan, Irwansyah.
Warga dan tokoh adat setempat menilai penertiban ini sekadar formalitas. Para pemuka adat sebelumnya sudah melayangkan protes keras, lantaran aktivitas tambang emas ilegal di lahan ulayat adat mereka yang kini masuk kawasan PTPN VII terkesan dibiarkan.
“Kami menduga ada pembiaran. Tidak mungkin tambang liar bisa bertahun-tahun beroperasi tanpa sepengetahuan aparat maupun pihak PTPN,” tegas seorang tokoh adat yang enggan disebut namanya.
Ironisnya, aparat yang datang dengan kekuatan penuh justru hanya pulang membawa pendataan warung remang-remang dan beberapa wanita pekerja hiburan. Sementara dugaan mafia tambang emas ilegal yang lebih besar nilainya, justru lolos begitu saja.
Dalam operasi gabungan itu, selain tambang ilegal, aparat juga menyoroti premanisme, pungli, serta warung remang-remang yang berjejer di sepanjang lintas Sumatera dari Negeri Baru hingga perbatasan Sumsel.
Meski begitu, hasilnya kembali mengecewakan. Aparat tidak menemukan praktik pungli, meskipun sopir dan warga sudah lama mengeluhkan aksi “tukang palak” di jalan lintas. Warung remang-remang justru kembali menjadi sasaran utama karena mengganggu kenyamanan prajurit asing yang sedang latihan di Lanud Gatot Subroto.
"Untuk pelaku pungli dan premanisme dari negeri baru sampai perbatasan Sumatera Selatan kami tidak menemukan sementara untuk wanita yang diduga bekerja di warung remang-remang dan penghibur di tempat karaoke sambil langsung berikan pembinaan dan pengarahan agar dapat menghentikan aktivitas mereka karena suara musik dapat mengganggu konsentrasi anggota army yang sedang berada di lanud Gatot Subroto, dan kalau tetap dilanggar baru akan kita berikan sanksi sesuai dengan regulasi yang ada,"imbuh Irwansyah.