BANDARLAMPUNG – Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) menggelar sidang pemeriksaan dugaan pelanggaran Kode Etik Penyelenggara Pemilu (KEPP) dengan Nomor Perkara 13-PKE-DKPP/I/2025 di kantor KPU Provinsi Lampung, Kota Bandarlampung, Jumat (20/6).
Perkara ini diadukan oleh Fauzi Ahmad dari LSM Genta Lamtim. Ia melaporkan Ketua Bawaslu Lamtim Lailatul Khoiriyah beserta empat anggotanya: Hendri Widiono, Syahroni, Cristine Bunga Ellora, dan Rizka Septia.
Namun, Fauzi Ahmad absen dalam sidang meskipun telah dipanggil secara patut oleh DKPP. Berdasarkan informasi dari Sekretariat DKPP, pemanggilan sidang telah disampaikan pada 13 Juni 2024, namun tidak direspons oleh yang bersangkutan.
Meski tanpa kehadiran pengadu, Ketua Majelis Muhammad Tio Aliansyah memutuskan sidang tetap dilanjutkan.
“Sesuai pedoman beracara DKPP, kita lanjutkan pemeriksaan hari ini,” tegas Tio.
Dalam aduannya, Fauzi mendalilkan bahwa para teradu mencantumkan pasal yang keliru saat memutuskan laporannya tidak memenuhi unsur materiil. Laporan tersebut dilayangkan Fauzi pada 26 September 2024, terkait dugaan penggunaan alamat rumah dinas Bupati sebagai alamat pendaftaran petahana dalam Pilkada Lampung Timur 2024.
Dua hari kemudian, Bawaslu Lampung Timur membalas melalui surat bernomor 269/PP.001/K.LA 04/09/2024, menyatakan laporan tersebut tidak memenuhi unsur materiil dengan merujuk Pasal 48 ayat (2) huruf a Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2020 (UU 6/2020). Masalahnya, pasal tersebut mengatur syarat calon perseorangan, bukan soal alamat pendaftaran.
Merasa ada kekeliruan, Fauzi mengirim surat klarifikasi dan permohonan gelar perkara kepada Bawaslu Lampung Timur, namun tidak mendapat jawaban.
Dalam sidang, anggota Bawaslu Lampung Timur Hendri Widiono mengakui adanya kesalahan pengutipan pasal. Ia menyebut kekeliruan itu sebenarnya telah dibahas dan diperbaiki dalam rapat pleno Bawaslu pada 28 September 2024. Namun, saat surat dicetak oleh staf, pasal yang salah kembali muncul karena menggunakan template dokumen sebelumnya.
“Setelah rapat pleno tinggal eksekusi. Tapi saat dicetak masih muncul pasal 48 karena format surat masih pakai template lama,” ujar Hendri.
Ketidaktepatan penggunaan pasal itu akhirnya terungkap dalam audiensi Fauzi dengan Bawaslu Lampung Timur pada 7 Oktober 2024. Hendri mengaku pihaknya tidak membaca ulang dengan teliti surat yang telah dicetak. Mereka mengira catatan pleno sudah diterapkan.
“Kami sudah memperbaiki surat tersebut pada 7 Oktober 2024. Saya bahkan sempat bilang ke media, ini memang kesalahan kami,” jelas Hendri, yang juga menjabat Koordinator Divisi Penanganan Pelanggaran Bawaslu Lampung Timur.
Terkait surat klarifikasi dari Fauzi yang tidak direspons, Hendri beralasan bahwa persoalan sudah tuntas dalam audiensi.
“Tanggal 7 Oktober itu sebenarnya sudah clear karena pelapor sudah duduk bersama kami. Menurut juknis, itu sudah selesai,” tegasnya.
Sidang DKPP ini dipimpin Ketua Majelis Muhammad Tio Aliansyah bersama tiga anggota majelis dari Tim Pemeriksa Daerah (TPD) Provinsi Lampung, yakni Fitri Yanti (unsur masyarakat), Ahmad Zamroni (unsur KPU), dan Ahmad Qohar (unsur Bawaslu). (*)
Kategori :