BANDARLAMPUNG – Seluruh kabupaten/kota di Lampung belum mandiri fiskal. Hal ini diungkapkan Pj. Gubernur Lampung Samsudin pada Meeting Evaluasi Perencanaan dan Penganggaran Pemerintah Daerah 2025, beberapa waktu lalu.
Kemandirian fiskal pemerintah daerah di Lampung rata-rata di angka 25,18 persen, berada di bawah rata-rata nasional sebesar 28,91 persen.
Terkait hal tersebut, Direktorat Jenderal Perbendaharaan (DJPb) Lampung mengajak pemerintah daerah di Lampung menggali potensi pendapatan asli daerah (PAD).
Kepala DJPb Lampung Mohammad Dody Fachrudin mengatakan jika berbicara kemandirian fiskal tidak dari maksimal kapasitas masing-masing daerah.
Dari laporan keuangan audit 2023, kata Mohammad Dody Fachrudin, kemandirian fiskal di Lampung masih rendah baru 13 persen dan paling tinggi adalah Pemerintah Provinsi Lampung sekitar 50 persen. Sedangkan paling rendah Kabupaten Pesisir Barat.
Rendahnya Kemandirian fiskal pemerintah daerah ini, kata Mohammad Dody Fachrudin, menunjukkan masih bergantungnya pemerintah daerah dengan pemerintah pusat melalui transfer ke daerah (TKD).
Mohammad Dody Fachrudin menyarankan untuk meningkatkan kemandirian fiskal pemerintah daerah di Lampung dengan meningkatkan sumber PAD. "Selalu kita sampaikan PAD-nya. Jadi sumber pendapatan daerah yang harus ditingkatkan dan digali menjadi potensi," ujarnya.
"Tapi memang ada yang menyampaikan sudah jenuh kalau dari sisi perpajakan. Makanya harus digali potensi yang lain," sambung Mohammad Dody Fachrudin.
Mohammad Dody Fachrudin mencontohkan, dana bagi hasil (BDH) dari pusat yang disalurkan ke pemerintah daerah pada 2024 yang kecil. DBH dari pusat yang disalurkan untuk pemerintah daerah di Lampung pada 2024 sebesar Rp630,10 miliar atau turun 33,44 persen dari 2023 yang mencapai Rp946,62 miliar.
"Kalau dilihat DBH kita kecil seperti tahun lalu. Artinya, kontribusi untuk sumber DBH daerah kecil. Itu nyambung dengan bagaimana kemampuan pemerintah daerah untuk menggali potensi yang ada," tutur Mohammad Dody Fachrudin.
Mohammad Dody Fachrudin mengatakan, pihaknya pun rutin menyampaikan bersama pihak Direktorat Jenderal Pajak (DJP) terkait mengelola potensi yang ada. Di mana, telah ada MoU terkait satu data yang dapat dimanfaatkan oleh pemerintah daerah untuk mengelola potensi yang ada.
"Data itu tidak cuma di-share, tapi juga diajarin oleh teman-teman pajak. Kita dorong kemauan itu ada, jadi tidak bergantung dengan TKD," ungkap Mohammad Dody Fachrudin.
Diketahui, pemerintah pusat menggelontorkan APBN untuk Provinsi Lampung pada 2025 Rp31,81 triliun. Terdiri atas belanja pemerintah pusat (BPP) sebesar Rp8,76 triliun dan transfer ke daerah (TKD) sebesar Rp23,05 trilun. TKD Rp23,05 trilun diperuntukkan untuk Pemprov Lampung dan 15 kabupatan/kota di Lampung dengan enam jenis TKD.
Rincian TKD ke Lampung pada 2025 per jenis, terdiri atas dana bagi hasil (DBH) Rp701,30 miliar; dana alokasi umum (DAU) Rp14,3 triliun; dana alokasi khusus (DAK) fisik Rp1,12 triliun; DAK non-fisik Rp 4,51 triliun; insentif fiskal Rp126,72 miliar; dan dana desa Rp2,27 triliun.
Sedangkan untuk besaran alokasi TKD ke Lampung per daerah, yaitu Provinsi Lampung Rp3,42 triliun; Lampung Selatan Rp1,93 triliun; Lampung Tengah Rp2,50 triliun; Lampung Utara Rp1,56 triliun; Lampung Barat Rp936,36 miliar; Tulangbawang Rp1,09 triliun; Tanggamus Rp1,54 triliun; Lampung Timur Rp2,01 triliun; Waykanan Rp1,25 triliun; Pesawaran Rp1,09 triliun; Pringsewu Rp1,07 triliun; Mesuji Rp784,47 miliar; Tulangbawang Barat Rp795,48 miliar; Pesisir Barat Rp740,99 miliar; Bandarlampung Rp1,62 triliun; dan Metro Rp665,31 miliar. (*)