Keputusan ini dianggap sebagai langkah besar untuk memperkuat demokrasi di Indonesia, memberikan lebih banyak ruang bagi calon-calon presiden yang tidak terikat oleh partai politik besar untuk mencalonkan diri.
BACA JUGA:Gerindra: Presidential Club untuk Penghargaan Pemimpin Terdahulu
Keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang menghapuskan ambang batas (presidential threshold/PT) sebesar 20 persen menimbulkan beragam reaksi di dunia politik Indonesia.
Keputusan ini, yang berlaku untuk Pemilu 2029, membuka peluang bagi lebih banyak calon potensial untuk maju dalam kontestasi Pilpres mendatang.
Partai Keadilan Sejahtera (PKS) menyambut positif keputusan ini. PKS menganggap penghapusan PT sebagai angin segar yang dapat mencegah terbentuknya koalisi besar dan gemuk yang cenderung membatasi partisipasi partai-partai kecil.
"Penghapusan presidential threshold membuka peluang bagi partai-partai kecil untuk berkoalisi dan memberikan kontribusi lebih besar dalam pemerintahan," ujar sumber internal PKS.
BACA JUGA:Elite PAN Dorong Presidential Treshold Nol Persen
Partai ini berharap, dengan adanya penghapusan PT, proses demokrasi menjadi lebih inklusif dan memberikan ruang bagi lebih banyak figur potensial yang sebelumnya terhambat oleh ambang batas.
Sementara itu, sikap berbeda muncul dari Partai Golkar. Ketua DPP Partai Golkar, Dave Laksono, menyatakan bahwa terlalu dini untuk menilai dampak dari keputusan MK tersebut.
"Banyak yang menyatakan hal yang berbeda-beda mengenai dampak putusan MK, tetapi kita masih perlu waktu untuk melihat perkembangan selanjutnya," ujarnya saat dikonfirmasi Disway.id, Minggu 5 Januari 2025.
Laksono menambahkan, pandangan yang lebih jelas baru dapat dibentuk setelah DPR kembali bersidang dan melakukan revisi terhadap Undang-Undang Pemilu.
"Mungkin setelah DPR kembali bersidang dan melakukan revisi UU Pemilu, kita bisa merangkai pandangan yang lebih jelas mengenai dampaknya," tegasnya.
Dalam persidangan yang digelar pada Kamis, 2 Januari 2025, MK memutuskan untuk menghapuskan presidential threshold sebesar 20 persen. Keputusan ini akan mulai berlaku pada Pilpres 2029.
BACA JUGA:Ketua MPR RI, Bambang Soesatyo atau Bamsoet Tak Soal Presidential Club Diformalkan
Suhartoyo, Ketua Mahkamah Konstitusi, menyatakan bahwa MK mengabulkan seluruh permohonan pemohon dan memutuskan bahwa Pasal 222 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum bertentangan dengan Undang-Undang Dasar 1945, sehingga tidak memiliki kekuatan hukum mengikat.