MK Hapus Presidential Threshold, Pemilu 2029 Diprediksi Semakin Kompetitif
Gedung MK-Disway-
JAKARTA, RADAR LAMPUNG – Keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang menghapuskan ambang batas (presidential threshold/PT) sebesar 20 persen diprediksi akan membuat Pemilu 2029 semakin kompetitif.
Pengamat politik Agung Baskoro menyatakan bahwa putusan ini membuka peluang bagi lebih banyak figur potensial untuk maju dalam kontestasi Pilpres 2029, yang selama ini terbatas oleh ambang batas tersebut.
"Berdasarkan pengalaman, figur lebih berpengaruh ketimbang partai, karena kedekatan pemilih dengan partai masih minim akibat citra partai yang buruk," ujar Agung saat dihubungi Disway.id, Minggu 5 Januari 2025.
Menurut Agung, keputusan MK ini akan meningkatkan persaingan di Pemilu 2029, yang bergantung pada kinerja pemerintah saat ini. Jika kinerja pemerintah baik, koalisi yang ada kemungkinan akan tetap bertahan.
BACA JUGA:Pengamat Soroti Potensi Beban Ekstra Akibat Penghapusan Aturan Presidential Threshold oleh MK
Namun, jika kinerja pemerintah buruk, koalisi bisa saja terpecah dan masing-masing partai akan mengorbitkan figur baru dengan elektabilitas yang lebih tinggi.
"Dengan lebih banyak calon potensial, peta politik di 2029 akan lebih terbuka dan dinamis," tambah Agung.
Namun, Agung juga menekankan perlunya mekanisme teknis yang lebih efisien, seperti penerapan e-voting, untuk menjaga efisiensi biaya dalam penyelenggaraan Pemilu 2029.
Sebelumnya, pada Kamis, 2 Januari 2025, MK mengeluarkan keputusan yang menghapuskan presidential threshold 20 persen. Keputusan ini akan berlaku untuk Pilpres 2029 mendatang.
Suhartoyo, selaku Ketua Majelis Hakim MK, menjelaskan bahwa MK mengabulkan seluruh permohonan para pemohon.
Selain itu, MK menyatakan bahwa Pasal 222 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum yang mengatur ambang batas capres bertentangan dengan Undang-Undang Dasar 1945 dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat.
BACA JUGA:MK Hapus Presidential Threshold
"MK memerintahkan agar putusan ini dimuat dalam Berita Negara Republik Indonesia," jelas Suhartoyo dalam sidang tersebut.
Pasal 222 UU Pemilu sebelumnya menyatakan bahwa pasangan calon presiden dan wakil presiden harus didukung oleh partai politik atau gabungan partai politik yang memperoleh sekurang-kurangnya 20 persen kursi DPR atau 25 persen suara sah nasional pada Pemilu Anggota DPR sebelumnya.