Para Pedagang Protes, Tiket PRL Turun Tidak Pasti
WAJAR DIKELUHKAN PEDAGANG: Sepinya pengunjung Pekan Raya Lampung (PRL) 2024 sejak hari pertama pembukaan hingga kini karena tiket masuknya kemahalan.-FOTO M. ARIF/RLMG -
Diberitakan sebelumnya juga, benarkah tujuan PRL 2024 di kompleks PKOR Wayhalim, Bandarlampung, masih sebagai ajang pamer hasil pembangunan di daerah Lampung? Atau sudah beralih menjadi ladang penghasil cuan (uang)?
Hasil penelusuran tim Radar Lampung selama enam hari sejak PRL dibuka Rabu (22/5) hingga Selasa (28/5), pengunjung sebelum memasuki area PRL ini terlebih dahulu diharuskan membayar karcis parkir Rp10 ribu untuk kendaraan roda dua atau sepeda motor. Biaya parkir itu tergolong besar bagi masyarakat karena meskipun hanya 1 jam masuknya ke arena PRL, biayanya tak berkurang.
Selanjutnya, pengunjung dikenai biaya lagi berupa tiket masuk sebesar Rp20 ribu. Itu untuk hari biasa dengan hiburan menghadirkan artis lokal. Akan beda lagi harganya jika yang dihadirkan artis nasional.
Sehingga, pengunjung pun banyak yang mengeluhkan biaya-biaya tergolong tidak sedikit yang harus mereka keluarkan. Di antaranya Rido (hanya nama sapaan, Red) yang mengaku bahkan harus menahan untuk tidak jadi membeli beberapa kuliner incarannya.
’’Gimana Mas, bawa uang cuma segini, sama anak-istri pula. Ditambah harga makanan yang tinggi, jadi terpaksa ditahan aja cari makanannya," kata dia.
Lebih mengejutkan saat tim Radar Lampung mengetahui sewa stan yang berada di lapangan utama. Tak tanggung-tanggung, untuk yang berukuran 5 x 5 meter dikenai biaya Rp17 juta. Sementara untuk yang berukuran 3 x 3 meter dikenai biaya Rp10 juta.
Ini diungkapkan salah satu pedagang yang Radar Lampung temui di stan lapangan utama setempat. Biaya sewa yang begitu tinggi pun memaksa mereka berpikir dan mengakalinya dengan bergabung bersama beberapa pedagang lainnya dalam satu tenda.
Ditanya apakah dengan jualannya yang menjadi mata pencahariannya tersebut akan mendapat keuntungan? Pedagang ini menjawabnya dengan ragu. ’’Enggak tahu ya Mas, sepi begini,” kata pedagang yang meminta identitasnya tak disebutkan.
Pedagang ini mengungkapkan bahwa PRL tahun ini jauh berbeda dibanding tahun-tahun sebelumnya. Jika biasanya dia sibuk melayani pelanggan yang mampir membeli makanan yang dijajakannya, tahun ini justru sebaliknya.
Itu juga terlihat dari pantauan langsung Radar Lampung. Di mana, pedagang ini lebih banyak duduk dan berdiri di depan lapaknya sambil sesekali mengajak pengunjung mampir ke lapaknya.
Padahal untuk jenis makanan yang dijual biasanya tak perlu sampai repot-repot menawarkan kepada pengunjung. Pengunjunglah yang dengan otomatis mampir membeli makanan yang dijualnya. Penyebabnya jelas, yakni pengunjung yang tampak sepi. "Ya banyak yang lewat aja, mampir mah enggak," katanya dengan suara dan wajah penuh kecewa.
Biaya sewa yang tinggi itu tak hanya membebani pedagang, juga pembeli karena harganya yang ikut naik. Sebab untuk makanan berkuah seperti yang dijual pedagang tersebut aja biasanya 1 mangkuk dihargai kisaran Rp12-15 ribu saja dan minuman jeruk untuk 1 gelas hanya Rp5 ribu. Tapi, ini melonjak tinggi.
Itu dibuktikan saat wartawan koran ini memesan 1 mangkuk makanan dengan 1 gelas minuman jeruk. Saat melakukan pembayaran, untuk pesanan tersebut dimintai harga sebesar Rp30 ribu. Saat ditanya apakah kenaikan harga tersebut dikarenakan penyewaan stan yang begitu mahal? Pedagang ini pun menjawabnya dengan anggukan.
Beralih ke area lain, tepatnya di Festival Kaya Rasa yang sistem penyewaan stannya berbeda dengan lainnya. Area Festival Kaya Rasa ini berada di sebelah kiri setelah jalur dua dari gerbang masuk PRL sistem yang diberlakukan bagi hasil. Pelaku usaha 80 persen dan penyelenggara PRL 20 persen.
Pengakuan ini didapat langsung dari salah satu pedagang. Terpantau pula ada satu kru yang bersiaga di sekitar pedagang yang akan langsung mendatangi pedagang setiap kali melakukan penjualan. "Bagi hasil, (PRL) 20 persen," katanya tanpa menyebutkan nama.