Para Pedagang Protes, Tiket PRL Turun Tidak Pasti
WAJAR DIKELUHKAN PEDAGANG: Sepinya pengunjung Pekan Raya Lampung (PRL) 2024 sejak hari pertama pembukaan hingga kini karena tiket masuknya kemahalan.-FOTO M. ARIF/RLMG -
Wartawan koran ini mengalaminya langsung usai melakukan pembayaran 1 gelas minuman, uang yang sudah diterima pedagang tiba-tiba langsung diserahkan kepada satu petugas PRL perempuan yang sudah bersiaga. Petugas itu tampak mengenakan tanda pengenal dengan keterangan crew yang langsung mengambil uang pembayaran dan melakukan scan dengan ponselnya di lapak tersebut.
Mengonfirmasi beberapa hal tersebut, Manager Marketing PRL Adi Susano pun tak membantahnya. Ia membenarkan soal biaya sewa stan yang Rp17 juta tersebut. ’’Betul," katanya saat dikonfirmasi melalui pesan singkat, Rabu (29/5).
Meski begitu, Adi mengatakan tak semua stan harga sewanya Rp17 juta, ada juga yang harganya di bawah itu. ’’Ada Rp5 juta, ada Rp7 juta juga," katanya.
Menurutnya itu tergantung area yang ditempati para pelaku usaha dalam menyewa stan. ’’Kita variasi, tergantung cluster-nya," jelas Adi.
Untuk di area UMKM, Adi menyebut penyewaan dimulai harga Rp5 hingga Rp10 juta. ’’Ada di area UMKM itu Rp5 sampai Rp10 juta selama 20 hari, sudah termasuk tenda dan flooring," tutupnya.
Diketahui, fakta lainnya pada PRL tersebut hampir seluruh pengunjung justru tak tertarik untuk memasuki anjungan daerah-daerah. Pantauan Radar Lampung pada setiap anjungan daerah justru sepi dan nyaris tak dikunjungi masyarakat.
Masing-masing petugas anjungan yang berjaga nampak tanya berdiam diri dan berkomunikasi satu sama lain. Karena memang tak ada pengunjung di anjungan-anjungan tersebut yang harus mereka layani.
Padahal demi menarik pengunjung, anjungan daerah tersebut tak kurang-kurang dalam memberikan pengalaman dan informasi. Ada yang menggunakan panggung musik, hiburan seperti orgen, hingga karya unik dengan bambu.
Itu sangat tidak sesuai dengan tujuan utama penyelenggaraan PRL yang semestinya menyajikan informasi dan promosi tentang hasil pembangunan daerah di Provinsi Lampung. Itu sebagaimana yang tertera di paragraf kedua website resmi PRL 2024 di pekanrayalampung2024.com
yang isinya: "Dalam rangka HUT Lampung ke-60 menyajikan informasi kepada masyarakat tentang berbagai program kegiatan pembangunan yang telah sedang dan akan dilakukan oleh Pemerintah Provinsi Lampung melalui inovasi berbagai sektor (maritim, Energi Terbarukan, Intrastruktur, Pariwisata, Kedaulatan Pangan, Kesehatan dan Pendidikan)".
Keluhan-keluhan seputar pelaksanaan PRL 2024 juga mudah sekali ditemukan di media sosial maupun dari mulai ke mulut. Keluhan dimaksud mulai dari para pedagang UMKM yang minim pembeli, pengunjung sepi, hingga biaya tiket masuk dan parkir yang terbilang tinggi.
Tidak hnaya itu. Tingginya sewa stan-stan untuk pedagang maupun organisasi perangkat daerah (OPD) hingga biaya yang harus dikeluarkan anjungan kabupaten/kota yang ikut partisipasi di PRL 2024 pun turut dikeluhkan.
Tidak heran jika pada pelaksanaannya yang berlangsung 22 Mei hingga 10 Juni 2024 mendatang ada empat kabupaten yang tidak ikut berpartisipasi. Yaitu Lampung Tengah, Lampung Timur, Way Kanan, dan Kabupaten Pesawaran.
Selain itu, banyak stan di lapangan yang tutup dan tidak ada isinya. Begitu juga dengan pengunjung yang tampak lengang sehingga membuat kendaraan-kendaraan roda dua di area PRL dapat mudah lalu lalang.
Ironisnya, Plt. Kepala Dinas Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) Kota Bandarlampung Yusnadi Ferianto menyebut retribusi pajak parkir dari PKOR Way Halim memang masuk ke dalam PAD Pemkot Bandarlampung. Meskioun, dirinya mengaku tidak paham berapa jumlah pajak parkir yang disetorkan melalui Bapenda setiap bulannya tersebut.