Gadis Sederhana dari SMK
-Ilustrasi Net-
Untuk aku, kamu, siapapun yang merasa tidak puas dengan kenyataan. Ingin pindah jurusan,merasa tertukar, entah jiwa atau kehidupan.
***
Terik mengeluh panas. Hujan mengeluh dingin. Kali ini aku pernah jatuh, berpeluh sebelum akhirnya membasuh. Kadang aku pernah disesah, patah hingga terluka parah. Sebelum akhirnya berbenah.
Akhirnya aku yang sering disebut dengan panggilan Hana. Akhirnya, aku menemukan tiitk akhir, dari cerita yang selama ini membawaku jauh berkenalana hingga jauh ke penjuru dunia.
Aku tak merasa pintar, bahkan terasa di bawah rata-rata ketika tidak mensyukuri kelas ini.
"Tuhan, aku lelah dengan pura-pura ini. Aku ingin hidup nyaman. Tidak dengan egoku, namun takdirku," bacaan ketika tangan menulis revisi untuk hidup yang kujalani selama tiga tahun kedepan.
Jurusan Geomatika adalah jurusan yang dimana siswa harus mengukur terlebih dahulu untuk mendapatkan data dan setelah itu menggambarkannya. Ana pikir dahulu sebelum masuk di jurusan Geomatika, jurusan inilah jurusan yang menggambar dan medesain rumah. Ternyata salah.
Ana sudah terlanjur menjalankan langkahannya ke jurusan ini. Di pagi Rabu tanpa tahu sama sekali Ana dan Ani ternyata hari itu adalah hari dimana Kami praktek kejuruan. Semua siswa siswi diambil nilai prkatek pada hari ini.
"Yaampun, bagaimana ini Ni?, Ana Tidak bisa menyetel alat , " bisik Ana kepada Ani.
"Jangan kan engkau Ani saja tidak tahu caranya bagaimana menyetel alat theodolite, " ucap Ani kepada Ana hari itu.
Seketika Azar kawan sekelas Ana dan Ani menyeletuk menjalankan pertanyaan mereka.
"Apa-apaan kalian ini, tidak cocok masuk SMK, cocok masuk SMA, " kata Azar yang melihat Ana Ani yang sedang ketakutan.
Di hari itu Ana menangis meminta kepada yang di atas agar mengabulkan doa Ana hari ini. Dengan keyakinan besar Ana yakin bahwa Ana bisa menyetel alat dengan theodolite. Beruntung saja nomor absen Ana 30. Nomor absen akhiran. Tenanglah Ana pada hari itu.
Ana seakan-akan tidak tahu apa yang akan dilakukannya nanti apabila dipanggil ke depan.
"Ya Rabb, tolonglah aku!," doa Ana yang hari itu panik.