Zakat Fitrah dengan Uang

Sekretaris MUI Bandar Lampung sekaligus Ketua BMI Bandar Lampung, Dr. Abdul Aziz, M.Pd.I.-Foto Ist-

Oleh: 

Dr. Abdul Aziz, M.Pd.I. 

(Sekretaris MUI Bandar Lampung sekaligus Ketua BMI Bandar Lampung)

  

BANDAR LAMPUNG - Zakat berasal dari akar kata zaka–yazki atau sama akar katanya dengan zakiya, azka dan lainnya. Yang berarti berkah, tumbuh, berkembang, bertambah, bersih, membersihkan, suci, mensucikan, baik, dan terpuji. 

Bagi muzakki (seorang muslim yang berkewajiban menunaikan zakat), zakat berarti membersihkan (tathhir) dan mensucikan (tazkiyah) baik material maupun spiritual.

Secara material, zakat membersihkan dan mensucikan harta dan diri pribadi muzakki dari hak-hak mustahik (delapan golongan yang berhak menerima zakat). Khususnya, para fakir dan miskin sebagai skala prioritas. 

Secara spiritual, zakat juga membersihkan dan mensucikan jiwa dan fikiran muzakki dari sifat-sifat tercela. Seperti ananiyah (egois), hasad (iri hati), bakhil (kikir atau pelit), tamak (rakus), serta takabur (sombong). 

Sedangkan bagi mustahik, zakat dapat membersihkan dan mensucikan jiwa dan 

fikiran mereka dari sifat-sifat tercela. Seperti iri hati, menggunjing, adu domba, prasangka buruk dan dengki terhadap para muzakki.

Penerapan hukum wajib zakat bagi yang memenuhi syarat dalam sejarah tidak bisa dilepaskan dari perkembangan usaha, penghasilan masyarakat dan peningkatan pendapatan per kapita umat Islam pada saat itu. 

Pada awal Nabi Muhammad hijrah dari Mekah ke Yatsrib (kemudian hari menjadi Madinah), hukum wajib zakat bagi yang telah memenuhi syarat belum diterapkan. 

Padahal ayat–ayat Alquran yang mengingatkan orang mukmin agar mengeluarkan sebagian harta kekayaannya untuk diberikan kepada orang–orang fakir dan miskin sudah turun semenjak Nabi Muhammad SAW masih tinggal di Mekah (sebelum hijrah ke Yatsrib).

Pada periode ini, hukum zakat baru berupa anjuran (sunnah). Hal ini terekam jelas dalam Firman Allah SWT yang diwahyukan ketika Nabi masih di Mekah.

Tag
Share