Politik, Ekonomi, dan Sosial Masa Reformasi
PRESIDEN MUNDUR: Saat Presiden RI Soeharto mengumumkan pengunduran dirinya yang sekaligus sebagai awal dari masa reformasi pada 21 Mei 1998 lalu.- FOTO WIKIMEDIA COMMONS -
Perekonomian Indonesia mengalami perkembangan yang cukup baik pada masa kepemimpinan Presiden Soesilo Bambang Yudhoyono. Hal ini terlihat dari rata-rata pertumbuhan ekonomi yang berkisar pada 5% sampai 6% per tahun serta kemampuan ekonomi Indonesia yang bertahan dari pengaruh krisis ekonomi dan finansial yang terjadi di zona Eropa sepanjang tahun 2008 hingga 2009.
Dalam menyelenggarakan perekonomian negara, pemerintah menerapkan beberapa kebijakan, pertama mengurangi subsidi bahan bakar minyak.
Melonjaknya harga minyak dunia menimbulkan kekhawatiran terbebaninya APBN Negara (Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara). Oleh karena itu, ditetapkan kebijakan pengurangan subsidi BBM dan menimbulkan kenaikan harga BBM. Anggaran subsidi tersebut dialihkan ke sektor pendidikan, kesehatan, dan bidang-bidang lain yang mendukung peningkatan kesejahteraan masyarakat.
Kedua, pemberian bantuan langsung tunai.
Program BLT diselenggarakan sebagai respons kenaikan BBM. Program ini bertujuan untuk membantu masyarakat miskin agar tetap dapat memenuhi kebutuhan dasarnya dan mencegah penurunan taraf kesejahteraan masyarakat miskin akibat kesulitan ekonomi.
Ketiga, pengurangan utang luar negeri.
Dalam rangka mengurangi utang luar negeri, pada tahan 2006, pemerintah Indonesia melunasi sisa utang ke IMF sebesar 3,1 miliar dolar Amerika. Dengan pelunasan utang ini, Indonesia sudah tidak lagi berkewajiban mengikuti syarat-syarat IMF yang dapat memengaruhi kebijakan ekonomi nasional.
Kehidupan Masyarakat Indonesia pada Masa Reformasi
Pada masa reformasi, kehidupan sosial masyarakat Indonesia sempat diwarnai dengan terjadinya berbagai konflik sosial yang bersifat etnis di tengah-tengah masyarakat. Hal tersebut disebabkan oleh kondisi sosial masyarakat yang kacau akibat lemahnya hukum dan kondisi ekonomi negara yang tidak kunjung membaik sehingga mengakibatkan sering terjadinya gesekan-gesekan dalam masyarakat.
Namun, seiring dengan keberhasilan pemerintah era reformasi dalam mengatasi masalah-masalah yang tengah dihadapi, kehidupan sosial masyarakat Indonesia berangsur-angsur kembali kondusif. Pada masa reformasi masyarakat lebih bebas menyuarakan berbagai aspirasinya. Hal ini didukung dengan adanya reformasi di bidang komunikasi.
Media massa seperti surat kabar, dan majalah juga dapat dengan lebih bebas menyalurkan aspirasi dan gagasannya secara bebas. Hal tersebut dibarengi dengan pencabutan ketetapan untuk meminta Surat Izin Terbit (SIT) bagi media massa cetak, sehingga media massa cetak tidak lagi khawatir dibredel melalui mekanisme pencabutan Surat Izin Terbit.
Lalu dalam pendidikan, pemerintah pada masa Reformasi menjalankan amanat UUD 1945 dengan memprioritaskan anggaran pendidikan sekurang-kurangnya 20% dari anggaran pendapatan belanja negara (APBN). Selain itu, pemerintah juga memberikan ruang yang cukup luas bagi perumusan kebijakan-kebijakan pendidikan baru yang bersifat reformatif dan revolusioner.
Hal ini dapat dilihat dari ditetapkannya UU No 22 Tahun 1999 yang mengubah sistem pendidikan Indonesia menjadi sektor pembangunan yang didesentralisasikan, dan UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional menggantikan UU No 2 Tahun 1989 yang mendefenisikan ulang pengertian pendidikan.
Sesuai dengan agenda reformasi bidang pendidikan, terutama masalah kurikulum yang harus ditinjau paling sedikit lima tahunan, Pemerintah pada masa Reformasi melakukan beberapa kali perubahan kurikulum.