Internet Indonesia Lebih Mahal tapi Lambat

Ilustrasi internet di wilayah terdepan, terluar, dan tertinggal (3T).- FOTO ANTARA/YULIUS SATRIA WIJAYA -

Keenam, pajak dan regulasi telekomunikasi yang tinggi. Biaya tambahan dari pajak dan regulasi juga menjadi faktor yang memperbesar tarif internet. Pemerintah menerapkan berbagai pungutan terkait perizinan dan spektrum frekuensi yang akhirnya dibebankan kepada konsumen. Negara tetangga seperti Malaysia dan Thailand memiliki sistem regulasi yang lebih efisien sehingga dapat menekan harga layanan.

 

Ketujuh, regulasi dan koordinasi pemerintah belum optimal. Proyek besar seperti Palapa Ring memang sudah diluncurkan, tetapi efektivitasnya masih perlu dievaluasi.

 

Hambatan birokrasi, konflik kepentingan antar-daerah, serta kurangnya koordinasi antara pemerintah pusat, daerah, dan swasta turut memperlambat pembangunan jaringan.

 

Akibatnya, internet di Indonesia lambat sekaligus mahal. Bukan hanya karena faktor teknologi, tetapi juga masalah tata kelola dan kebijakan yang belum efisien.

 

Menurut laporan Speedtest Global Index 2025, Indonesia berada di peringkat ke-87 dari 180 negara dalam hal kecepatan internet. Posisi ini masih tertinggal dari Malaysia dan beberapa negara ASEAN lainnya.

 

Namun, dengan meningkatnya kesadaran publik, dorongan pemerintah untuk memperluas infrastruktur digital dan persaingan yang semakin terbuka di pasar, harapan akan internet yang lebih cepat dan terjangkau di masa depan tetap besar.

 

Transformasi digital hanya bisa terwujud jika akses internet di Indonesia menjadi lebih merata, cepat, dan ekonomis. Karena itu, kolaborasi antara pemerintah, swasta, dan masyarakat menjadi kunci untuk memperbaiki ekosistem digital nasional. (beritasatu.com/c1) 

 

Tag
Share