Menyikapi Surat Terbuka dari Juwendra Asdiansyah untuk Wali Kota Bandar Lampung

Yusdianto pengamat hukum unila--
BANDARLAMPUNG - Menyikapi banyak pertanyaan-pertanyaan di medsos dan Tiktok yang mempertanyakan bantuan hibah Pemkot Bandarlampung sebesar Rp60 miliar untuk bantuan ke kantor Kejati Lampung merupakan hal yang sangat lumrah dilakukan dan dikritisi masyarakat. Namun, apakah pemberian hibah itu dibolehkan?
Pengamat hukum dari Fakultas Hukum Unila, Yusdianto, mengatakan bahwa pemerintah daerah atau Pemkot Bandarlampung memang memiliki keterbatasan dalam membangun infrastruktur bagi instansi vertikal (polres, kodim, perguruan tinggi, kejaksaan, pengadilan, KPU, Bawaslu, dst).
Secara hukum, menurut Pasal 298 ayat (6) UU 23/2014, memberian legacy kepada pemda agar dapat memberikan bantuan berupa hibah (bangunan) kepada instansi vertikal yang ada di daerah sepanjang mendukung pelayanan masyarakat.
Kemudian Permendagri No. 77 Tahun 2020 tentang Pedoman Teknis Pengelolaan Keuangan Daerah yang membolehkan pemberian hibah/barang/jasa dari pemda kepada instansi vertikal dengan mekanisme yang ketat.
BACA JUGA:Kekerasan terhadap Perempuan Mendominasi
"Artinya, pemda diperbolehkan memberi dukungan jika memenuhi syarat, skema hibah. Maksudnya, dapat memberikan hibah kepada lembaga vertikal bila mana dianggap penting mendukung pelayanan publik, tidak mengganggu belanja wajib daerah serta disetujui oleh DPRD dan telah dilaporkan ke Kemendagri," ungkap Yusdianto.
Atas hal tersebut, pemkot telah menyesuaikan kekuatan anggaran dengan membuat skema multiyears. Kemudian tidak langsung Rp60 miliar. Tapi, secara bertahap.
"Pandangan akan ada conflict of interest, tentu tidak. Konflik kepentingan bisa terjadi, namun semua itu dapat diantisipasi dengan pencegahan dan tranparansi serta tidak mempengaruhi penegakan hukum," tegas Yusdianto.
Yusdianto menambahkan, apakah kebijakan ini berpotensi mengganggu independensi atau integritas Kejati Lampung di mata publik?
BACA JUGA:Bayar PBB di Bandarlampung Dapat Minyak Goreng, Pemkot Dorong Kepatuhan Pajak
"Jawabanya tentu saja tidak. Karena ini komitmen pemda untuk mendukung peningkatan profesionalisme aparat penegak hukum," ucap Yusdianto.
Ketika fasilitas kerja terpenuhi, kejati dapat fokus pada peningkatan kualitas sumber daya manusia dan sistem kerja yang pada akhirnya meningkatkan profesionalisme.
Di mana, cetus Yusdianto, profesionalisme yang tinggi adalah benteng utama terhadap segala bentuk intervensi.
Selain itu, melalui skema hibah gedung minimal mampu mendorong sinergi untuk kepentingan publik. Dalam artian, kedua lembaga (pemkot dan kejati) memiliki tujuan yang sama menciptakan tata kelola pemerintahan yang baik dan penegakan hukum yang adil.