Baru 84 Penunggak Pajak Bayar Rp5,1 T, Sisanya Terus Dikejar

Menkeu Purbaya Yudhi Sadewa--FOTO BERITASATU.COM/ERFAN MA'RUF

Jika wajib pajak tak mampu membayar, langkah lanjutan adalah penyitaan aset perusahaan. Namun, aset yang dijadikan jaminan belum tentu dalam kondisi baik dan sebagian besar bisa jadi sudah diagunkan ke bank.

 

“Karena posisi bank lebih dominan, pemerintah bisa menghadapi tantangan legal yang tidak sederhana,” jelas Wijayanto.

 

Selain itu, penyitaan aset dikhawatirkan menimbulkan gelombang kebangkrutan dan pemutusan hubungan kerja (PHK). Hal ini berpotensi merusak persepsi investor terhadap iklim usaha dan pertumbuhan ekonomi nasional.

 

Wijayanto menegaskan bahwa penagihan tidak boleh dilakukan dengan pendekatan one size fits all. Kebijakan harus memperhatikan kondisi spesifik tiap wajib pajak agar tidak menimbulkan dampak negatif lebih besar.

 

Meski demikian, ia menekankan pelaksanaan kebijakan tetap harus adil dan tidak tebang pilih agar kredibilitas pemerintah tetap terjaga. 

 

Di sisi lain, pemerintah mencatat setoran pajak dari usaha ekonomi digital mencapai Rp8,77 triliun sepanjang Januari hingga Agustus 2025.

“Pajak digital kian menegaskan perannya sebagai penggerak utama penerimaan negara di era digital ini,” kata Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kemenkeu Rosmauli dalam keterangan tertulis di Jakarta, Jumat (26/9).

 

Secara rinci, penerimaan dari pajak pertambahan nilai (PPN) perdagangan melalui sistem elektronik (PMSE) alias belanja online (e-commerce) tercatat sebesar Rp6,51 triliun, pajak atas aset kripto Rp522,82 miliar, pajak fintech (P2P lending) Rp952,55 miliar, dan pajak Sistem Informasi Pengadaan Pemerintah (SIPP) Rp786,3 miliar.

 

Tag
Share