Bawaslu Header

Ekonom: Siapapun Presidennya, Investasi Wajib Alami Peningkatan

INVESTASI: Ilustrasi memilih penempatan investasi yang memberikan imbal hasil bagus jadi persoalan di tengah ekonomi tengah melamah.-ILUSTRASI DOK, JAWA POS-

JAKARTA - Pakar ekonomi pembangunan Universitas Indonesia (UI) Teguh Dartanto menilai investasi di luar Jawa harus menjadi kebijakan utama presiden dan wakil presiden terpilih. 

Sebab, hal itu berkaitan dengan pemerataan investasi untuk menghapus kesenjangan. Pasalnya, 52 persen perekonomian Indonesia masih terpusat di Jawa.

“Langkah Kementerian Investasi/BKPM sudah on the track, bahwa investasi harus berimbang di Jawa dan luar Jawa. Sayangnya, banyak orang mereduksi investasi hanya jalan tol saja, padahal itu hanya sebagian kecil. Kan ada bendungan, pelabuhan, kereta api. Pembangunan itulah yang akan menarik investor untuk datang ke luar Jawa, khususnya daerah Indonesia Timur,” kata Teguh kepada wartawan, Sabtu (23/12).

BACA JUGA:Pasien Rumah Sakit Dominasi Debitur Kecil yang Dapat Diskon Utang

“Jadi siapapun presidennya, pemerataan investasi adalah keharusan. Pembangunan di luar Jawa harus didorong, tidak bisa Jawa sentris, apalagi Jawa hanya sebagian kecil dari wilayah Indonesia,” sambung Teguh. 

Dekan Fakultas Ekonomi dan Bisnis UI itu menjelaskan, pemerataan investasi bisa menjadi solusi atas keterbatasan daya tampung Pulau Jawa. Sebab, efek domino dari kebijakan ini adalah membangun sentra ekonomi dan pusat keramaian di wilayah lain Indonesia.

Kendati mengakui pembangunan Ibu Kota Negara (IKN) Nusantara sebagai salah satu upaya pemerintah dalam mengebut ketertinggalan wilayah non-Jawa, Teguh juga berharap pemerintah tidak kehilangan fokus terhadap pembangunan di wilayah Indonesia timur lainnya. 

BACA JUGA:Ini Strategi SHARP Pertahankan Eksistensi Selama Lebih dari Satu Abad

“Kita harus menggeser industri-industri keluar Jawa, supaya ada pusat pertumbuhan baru, IKN mungkin salah satunya. Tapi itu saja tidak cukup, ada juga Sulawesi dan wilayah timur lainnya yang harus dikembangkan,” jelasnya.

Tidak ketinggalan, peraih gelar doktor dari Nagoya University ini mengingatkan tiga hal supaya pembangunan yang sedang dikebut oleh pemerintah dapat memberikan manfaat optimal kepada masyarakat. 

Pertama, pembangunan harus dilakukan dengan pendekatan saintifik, bukan sentimen politik guna mengamankan kepentingan elektoral.

Kedua, pemerintah harus mempersiapkan skenario untuk mengambil porsi lebih jika investasinya bersifat high capital intensive. Sebab, investasi yang bernilai besar, seperti tambang, umumnya menuntut konsesi selama puluhan tahun. 

“Tambang konsesinya memang gak bisa pendek, tapi jangan terlalu panjang juga. Mungkin 20 tahun bisa di-renew adalah periode yang pas. Tapi setiap 5 atau 10 tahun harus ada milestone, misal harus membangun smelter, jangan mau dinego ekstraktif terus. 

BACA JUGA:Kementerian ESDM Klaim Stok Elpiji Aman selama Libur Nataru

Tag
Share
Berita Terkini
Berita Terpopuler
Berita Pilihan