15 Desa Adat Disulap Jadi Destinasi Wisata

Radar Lampung Baca Koran--
BANDARLAMPUNG – Pemerintah Provinsi (Pemprov) Lampung menyiapkan gebrakan besar di sektor pariwisata.
Tahun ini, 15 desa adat diproyeksikan menjadi destinasi unggulan wisata budaya. Program tersebut bukan sekadar promosi budaya, melainkan strategi konkret Gubernur Lampung untuk menjadikan desa sebagai poros pertumbuhan ekonomi lokal.
Kepala Dinas Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Provinsi Lampung Bobby Irawan menegaskan bahwa rencana ini merupakan bagian penting dari program strategis Desa Ku Maju.
BACA JUGA: Penerimaan Bea Cukai Juli 2025 Tembus Rp171 T
Konsep pengembangan desa adat menjadi desa wisata budaya saat ini masih dalam tahap pembahasan bersama lintas organisasi perangkat daerah (OPD), termasuk Dinas Pendidikan dan Kebudayaan serta Dinas Pemberdayaan Masyarakat Desa dan Transmigrasi.
“Desa harus jadi pusat pertumbuhan ekonomi daerah. Melalui wisata budaya, masyarakat bukan hanya menjaga warisan leluhur, tapi juga bisa mandiri secara ekonomi,” tegas Bobby.
Sejumlah desa telah lebih dulu menunjukkan geliat pemanfaatan budaya lokal sebagai penggerak ekonomi. Misalnya, Pekon Lugusari di Pringsewu, Pekon Way Sindi di Pesisir Barat, dan Desa Wisata Sailing di Tanggamus, yang sukses menjadikan kain tapis sebagai produk unggulan sekaligus daya tarik wisata.
Tak hanya itu, desa adat Wana dan Melinting di Lampung Timur kini mendapat perhatian serius. Keduanya dikenal teguh melestarikan nilai-nilai tradisional yang menjadi magnet bagi wisatawan, termasuk wisatawan mancanegara.
“Segmen wisata budaya justru paling diminati oleh turis asing. Mereka datang bukan sekadar berlibur, tapi ingin menyelami tradisi yang masih hidup,” kata Bobby.
Pemprov Lampung juga telah meluncurkan program Siger Madani (Sinergi Gerakan Membangun Desa Wisata Inklusif). Program ini menempatkan desa wisata serta kelompok sadar wisata (Pokdarwis) sebagai penggerak utama berbasis potensi lokal.
Namun, Bobby menekankan, dukungan lebih kuat dari berbagai aspek masih sangat dibutuhkan. Mulai dari kebijakan yang berpihak, kesiapan pelaku pariwisata, hingga tambahan anggaran agar desa adat benar-benar berkembang.
Saat ini, Lampung memiliki 144 desa wisata yang tersebar di berbagai kabupaten/kota. Banyak di antaranya telah mengintegrasikan unsur budaya lokal ke dalam atraksi wisata. Jika 15 desa adat tambahan ini terealisasi, maka posisi Lampung sebagai salah satu pusat wisata budaya di Sumatra diyakini akan semakin kokoh.
Lebih jauh, program pengembangan desa adat ini bukan semata soal pariwisata. Ada misi sosial yang sangat kuat. Menurut Bobby, inisiatif tersebut juga menyasar pemberdayaan masyarakat prasejahtera, khususnya kelompok pada desil 1 dan 2.
“Harapannya, desa wisata bisa menjadi solusi nyata untuk mengurangi pengangguran dan kemiskinan. Budaya tetap hidup, masyarakat makin berdaya,” ujarnya. (jen/pip/c1/yud)